Rejeki berlimpah biasa masih dikotori dengan ketamakan dalam terminologi sunda biasa di sebut “maruk”. Namun tidak disini di Nagari Kuto Malintang, ada waktu khusus selepas subuh hingga jam 6 pagi pemilik lahan rela berbagi rejeki dengan warga lain atau warga darimanapun yang tidak memiliki pohon durian. Di waktu tersebut setiap durian yang jatuh bebas diambil oleh siapapun alias gratis tis tis. tradisi ini mereka sebut Malangge
Hari mulai pagi ketika Uni mulai memelih buah durian, durian yang cacad, pecah atau di makan tupai ia belah dan dijadikan tempoyak asam durian hidangan khas kota jambi. 400 buah sudah di seleksi dan siap angkut ke pengempul, suaminya pun sudah datang siap membantu. Saya pikir tugas Uni sudah selesai, setelah begadang semalaman pasti ia sudah sangat lelah, namun perkiraan saya salah, 1 karung duriaan berisi sekitar 20 buah dengan berat kira kira 40 kg Uni sunggi diatas kepala. ingin rasanya saya membantu namun apalah daya beban perut saya pun sudah sangat merepotkan, berkali kali saya terpelanting.
duren1-58f0f0f55a7b6175088dc940.jpeg
Pagi ini nuasa nagari Koto Malintang seperti pasar durian, disetiap pintu rumah durian menggunung, dan dari setiap arah durian mulai berdatangan. Di ujung jalan 2 buah mobil pick up L300 mengantri di depannya satu mobil lagi sedang memuat durian. Tepat disampingnya mobil berdiri sosok yang saya kenal, memegang buku panjang. Ia menulis jumlah durian yang diangkut, ia adalah Anto. Ia pun terseyum dan melambaikan tangan ketika melihat saya " gimaan bro seru kan” katanya sumringah..”sorry gw enggak bisa anter”... Pantas saja dia tak mau ikut, sejak matahari terbit dia sudah sibuk mengatur penjualan durian yang akan dikirim ke kota kota di Sumbar hingga ke Riau..saya sih bisa hitung penghasilan dia berapa. Dalam sehari paling tidak 2000 buah Anto bisa menjual durian. Jangankan Anto sayapun pasti resign pulang kampung kalau begini, apalagi dia memonopoli semua hasil durian di nagarinya.
durian-58f0f110707e61a22a8842c1.jpeg
Kuto malintang, nagari indah di bibir maninjau menjadi oleh oleh indah dalam perburuan durian saya di Sumatera Barat. Dari tempat ini saya belajar, bahwa durian tak hanya sekedar buah yang eunak tapi juga bisa membentuk karakter sebuah masyrakat. Anugrah melimpah tak membuat mereka tamak, mereka ikhlas berbagai dengan masyarakat lain…ah saya semakin “gila” di Maninjau. Ingin rasanya menjadi bagian hidup mereka, dan memanen durian setiap hari . “Anto!! Ngomong-ngomong ada janda muda enggak di kampungmu??.....
Lihat Inovasi Selengkapnya