[caption caption="Gubernur NTB saat melakukan panen raya padi di Lombok, foto : Lombokpost"][/caption]Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu daerah di Indonesia yang ditetapkan pemerintah pusat sebagai daerah penyangga pangan nasional beras, terutama semenjak keberhasilan Gubernur NTB, Gatot Suherman pada waktu itu yang telah berhasil menyelamatkan NTB dari krisis pangan, melalui pola tanam gugur ancah (Gora), lahan pertanian tadah hujan Pulau Lombok bagian selatan, Pulau Sumbawa, Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima
Penetapan NTB sebagai daerah penyangga pangan nasional tersebut tidak terlepas dari keberhasilan petani meningkatkan hasil produksi gabah setiap tahun, bahkan melebihi target nasional. Tahun 2015 saja, berdasarkan data Dinas Pertanian NTB, produksi gabah petani NTB mencapai 2 juta ton lebih. Nilai produksi yang cukup fantastis
Tidak heran dalam setiap kesempatan maupun acara kunjungan Menteri terutama Kementerian Pertanian maupun Presiden ke NTB, Gubernur maupun Dinas Pertanian NTB seringkali sesumbar dan memamerkan bagaimana keberhasilan petani NTB yang mampu meningkatkan produksi gabah sampai melebihi target nasional
Namun semua keberhasilan dan prestasi tersebut seakan tidak bernilai apa – apa dan sangat kontras dengan kebijakan tidak populis Badan Urusan Logistik (Bulog) NTB yang hampir setiap tahun melakukan impor beras dan menjadi agenda rutin yang tidak pernah absen dilakukan. Terahir pada Desember 2015 Bulog berencana mendatangkan beras dari Provinsi Jawa Timur sebesar tujuh ribu ton.
Kekurangan ketersediaan pasokan seringkali menjadi dalil pembenaran Bulog melakukan impor dan mendatangkan beras ke NTB, menutupi kekurangan persediaan yang sudah ada, sampai menunggu musim panen tiba, termasuk alasan mengantisipasi lonjakan harga dengan menggelar operasi pasar (OP) dan memenuhi kebutuhan beras raskin masyarakat
[caption caption="viva"]
Gubernur menuding, terjadinya kekurangan persediaan beras karena Bulog tidak serius melakukan penyerapan gabah petani secara maksimal, sehingga kebijakan impor beras selalu dilakukan dan hal tersebut memang sengaja dilakukan Bulog supaya bisa melakukan impor serta bisa mendapatkan keuntungan
"Ingat Bulog itu alat negara, bekerja untuk rakyat, jangan jadi rente yang mencari fee (keuntungan) dari beras impor" kata Gubernur NTB dalam salah satu kesempatan wawancara dengan wartawan di Mataram beberapa waktu lalu menanggapai hasrat Bulog yang demikian besar hendak mendatangkan beras luar masuk NTB
Tidak mau disalahkan, Bulog NTB pun berdalih, kalau kebijakan impor yang hendak dilakukan selama ini sekedar melanjutkan kebijakan dari pusat. Kemudian mengenai serapan gabah petani yang rendah, selain dilakukan berdasarkan aturan perundang – undanga, juga sudah dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) juga terkait kualitas gabah dengan kadar air tinggi
Musim panen tahun 2015, dari total produksi gabah dihasilkan petani NTB sebesar 2 juta ton lebih, Bulog hanya mampu menyerap gabah petani sebesar 100 ribu ton, dengan harga pokok penjualan (HPP) berkisar antara tujuh sampai delapan ribu lima ratus rupiah perkilo, sementara tengkulak justru berani membeli gabah petani NTB melebihi HPP, wajar saja kekurangan persediaan beras selalu terjadi dan impor beras terus mentradisi
Sebelumnya pada acara puncak Peringatan Hari Pers Nasionl (HPN) di kawasan Mandalika Resort, Kuta Kabupaten Lombok Tengah, di hadapan Presiden Jokowi dan segenap Menteri yang hadir, Gubernur NTB kembali menyampaikan penolakannya terhadap rencana Bulog yang hendak melakukan impor beras ke NTB