Lewat dari itu bisa dikenakan sangsi, paling parah kalau sampai ditemukan berduaan meski tidak sampai melakukan perbuatan tidak dibenarkan, kedua pasangan bisa dinikahkan paksa meski belum cukup usia, karena dianggap telah melanggar aturan yang bisa menimbulkan aib bagi keluarga dan desa.
Pemerintah Daerah NTB sendiri, dengan angka pernikaha usia dini yang masih tinggi tersebut, bukan tidak berbuat dan membuat sejumlah kebijakan, beberapa kebijakan yang mengatur hl tersebut telah diberlakukan, salah satu kebijakan sebagai upaya menekan angka pernikahan usia dini adalah dengan menerbitkan surat edaran Gubernur NTB, nomor 150/1138/Kum tentang Pendewasaan Usia Perkawinan, merekomendasikan usia perkawinan untuk laki-laki dan perempuan minimal 21 tahun.
Dan NTB merupakan daerah pertama yang mendukung pelaksanaan Program Pendewasaan Usia Perkawinan dan saat masih dibahas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah NTB untuk diperkuat menjadi Undang – Undang, termasuk program Generasi Berencana yang digagas BKKBN dengan menggandeng mahasiswa dan pelajar.
Tapi memang aturan dan beberapa program menekan angka pernikahan usia dini dicanangkan tersebut tidak cukup efektif kalau masih sebatas aturan dan program yang hanya banyak melibatkan kalangan tertentu, tanpa menyentuh di tingkatan akar rumput, tapi harus dilakukan dengan menggandeng tokoh agama, masyarakat, pemuda dan tokoh budaya dengan terlibat secara lansung di tengah masyarakat, memberikan pemahaman tentang dampak buruk pernikahan usia dini.
Melalui pendekatan dengan turun secara lansung ke tengah masyarakat diharapkan akan bisa membantu menekan angka pernikahan usia dini, bukan malah membenarkan atau melanggengkan prakti tersebut dengan mengatasnamakan budaya dan dalil agama.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H