Mohon tunggu...
Turmuzi
Turmuzi Mohon Tunggu... Petani yang mencintai alam pedesaan -

Menulis sebagai aktifitas menyenangankan, bukan keterpaksaan\r\n\r\nPengelola blog www.turmuzitur.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menikah Dini, Menguburkan Mimpi

4 November 2015   19:06 Diperbarui: 4 November 2015   19:28 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Tradisi nyongkolan pada masyarakat suku sasak Lombok, foto : google"][/caption]Kenyeselku merariq kodeq, tetariku belang mate, ndekne araq untung sebulan, terusku teseang Menyesal aku menikah masih kecil (usia dini), aku dirayu pada saat masa puber, belum ada keberuntungan satu bulan, lansung aku diceraikan.

Bagi masyarakat Pulau Lombok penikmat lagu – lagu sasak, membaca petikan lirik lagu tersebut mungkin tidak asing lagi dan sudang sangat populer di tengah masyarakat, “menyesal aku menikah masih kecil” merupakan lagu yang didendangkan Siti Jumaenah yang mengisahkan tentang bagaimana pernikahan usi dini telah membawa dampak buruk bagi kehidupan perempuan, bukannya membawa keberuntungan, melainkan penyesalan berkepanjangan.

Lagu yang didendangkan Siti Jumaenah, penyanyi asli masyarakat suku Sasak Lombok tersebut sekaligus merupakan sindiran dan gambaran, betapa menikah dini di kalangan perempuan masyarakat Nusa Tenggara Barat, khususnya perempuan Lombok menjadi persoalan cukup memperihatinkan dan belum mampu dientaskan sampai sekarang.

Pernikahan dini pada faktanya tidak saja telah berdampak bagi kesiapan mental anak perempuan yang menikah di usia dini menjalani kehidupan rumah tangga, karena tidak dipersiapkan secara matang, tapi juga telah berdampak buruk terhadap masa depan anak dalam menggapai mimpi dan cita – cita selama ini diharapkan.

Masa dan usia produktif yang seharusnya digunakan untuk belajar, menggali pengetahuan seluas mungkin, bercita –cita dan meraih apa yang selama ini dimimpikan harus terkubur dan digantikan dengan kehidupan baru menjadi ibu rumah tangga, mengasuh dan membesarkan anak, memikul beban pekerjaan dan kehidupan rumah tangga yang seharusnya belum pantas untuk dilakukan.

[caption caption="google "]

[/caption]Dampak paling buruk dari pernikahan usian dini yang tidak dipersiapkan secara matang, baik dari sisi pengetahuan tentang tujuan pernikahan maupun kesiapan mental menjalani kehidupan rumah tangga adalah, tidak sedikit di antara mereka (anak perempuan), usia pernikahan baru seumur jagung harus sudah bercerai dan menyandang status sebagai janda diusia belasan tahun.

Kondisi tersebut secara lansung juga jelas akan sangat berpengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak, hasil pernikahan menjadi tidak akan terurus dan faktor inilah sebenarnya yang menjadi salah penyebab kenapa Indeks Pembangunan Manusia masyarakat suatu daerah sulit bisa maju dan berkembang, tanpa terkecuali daerah NTB.

Berdasarkan catatan Badan Pemberdayaan, Perlindungan Perempuan dan Anak Keluarga Berencana NTB, angka pernikahan usia dini di NTB mencapai 50,1 persen, angka tersebut lebih tinggi dibandingkan persentasi angka nasional yang dirilis BKKBN, yaitu hanya mencapai 46,7 persen dan hal tersebut tidak saja terjadi di kota, tapi juga banyak berlansung pada sebagian besar masyarakat pedesaan.

Pada masyarakat pedesaan terutama di Pulau Lombok, acara pernikahan akan bisa dengan mudah ditemukan usai musim panen, muda mudi ramai – ramai menikah, mulai dari mereka yang sudah cukup usia, sampai anak – anak yang sedang menempuh pendidikan kelas dua atau tiga Sekolah Menengah Atas sederajat, lebih parah lagi tidak sedikit dari mereka nekad menikah saat sedang menempuh ujian nasional SMP maupun SMA dengan usia rata – rata di bawah 19 tahun.

Masalah ekonomi menjadi salah satu pemicu paling dominan mengapa angka pernikahan usia dini masih tinggi dan tidak saja berlansung di NTB, tapi juga beberapa daerah lain dengan angka pernikahan anak usia dini juga cukup tinggi, pengetahuan serta pemahaman tentang tujuan pernikahan serta dampak menikah dini bagi kesehatan reproduksi juga belum sepenuhnya bisa difahami.

[caption caption="google"]

[/caption]Pengaruh budaya, fanatisme pemahaman agama terlalu berlebihan juga ikut serta berkontribusi mengapa pernikahan anak usia dini masih sering terjadi. Pada sebagian masyarakat pedesaan misalkan ada semacam awik-awik yang dibuat dan disepakati bersama warga, bahwa aturan bertamu bagi anak laki bujang ke rumah perempuan sampai pukul sepuluh malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun