Aku suka menulis. Dengan menulis aku dapat bercerita.
Suatu pernyataan yang mudah kalau dipikir (sulit kalau dipikir-pikir). Kadang sesuatu muncul. Ah menarik. Lalu kutulis dalam sajak-sajak puisi atau semacam itu lah.
Malam ini menarik. Bukan. Sebetulnya malam ini biasa saja. Aku yang menarik. Â Minimal menarik di hadapan sekuntum ketololan yang manis. Â Sudah kubilang, di sini, semua ciptaan Tuhan menarik. Kau hanya terjebak: Terjebak dalam bayang-bayang semu seperti para penerima vksin.
Tentang kalimat yang terakhir itu, sudahkah kau dengar kabar tentang mereka yang mati karena tak kenal riwayat? Setiap kita punya riwayat. Riwayat hidup, sakit dan mati. Betapa penting riwayat. Kau tak kenal riwayatku, begitu pula sebaliknya. Lalu, siapa di antara kita yang akan berakhir?
Kupikir dalam candaan kita akan peduli tentang Jedah. Â Nyatanya bukan kita, tapi aku. Sayangnya, Jedah yang hendak itu hanya tinggal hendak. Tak sampai bertindak. Aku terlalu lemah bertarung melawan detak jantung dan bara darah yang memberontak setelah lama dikepal dingin di hadapan daun yang jatuh satu per satu meninggalkan kembangnya yang manis.
Tuhan, kutahu, semua bunga kau ciptakan baik dan indah namun tak sedikit dari mereka sengaja memilih berdosa. Izinkan aku menikmati ketololan yang manis dan aroma liar dari bunga yang satu ini.
Begitulah kadang aku bercerita dengan menulis. Seringkali aku ingin menjadi seperti yang aku ceritakan namun seketika datang sadarku mengingatkan:
"Aku adalah apa yang aku pikirkan, bukan apa yang aku ceritakan".
Lalu aku kembali menjadi biasa-biasa saja di level yang luar biasa ini. Kurasa begitu.
Langgur, 02 Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H