"Memangnya suaranya yang bener "cling" atau "kling" sih?"
"Ya zippo itu mestinya "ting..!", gitu bunyinya"
"atau "tuing" gitu?"
"Walah, kalo "tuing" mah seperti pocong lompat-lompat itu, "tuing..tuing""
"Sebenarnya sih "kling", tapi karena zippo itu khan dari luar negeri, jadi ya pake huruf c, jadinya "cling" tapi mbacanya "kling", gituh"
"Hallah, gimana kalo "ping" ?"
"Jangan, nanti dikira IP address donk. Eh, gak ada hubungannya ya?"
"Kalo "pling", piye?"
"Itu mah makanan dari melinjo"
"Itu empiiinng..."
Terdiam sejenak. Satu orang mulai gelisah, dan akhirnya bicara,
"Jadi keputusannya apa ?, aku mau nyalain rokok nih". Jempolnya resah menari diatas tutup zippo. Tidak kunjung pede untuk membukanya.
"Coba aja, nanti  kita khan jadi tahu, mana yang paling benar"
Semua mengangguk setuju. Semua jadi waspada, menatap tajam kepada seonggok zippo yang digenggam seseorang dari mereka. Telinga dipertajam, bahkan beberapa mendekatkan wajah berharap agar bisa mendengar lebih jelas.
Sialnya, si pemilik zippo malah berdiri. Memasukkan zippo-nya ke dalam saku celana jeans-nya. Lalu mengambil korek api kayu di atas meja. Sigap membuka dan menggesekkan batang korek ke kotak korek. Api menyala diujung batang kayu. Ia mendekatkan batang menyala itu kebibirnya yang sudah bertengger sebatang rokok kretek. Kepulan asap membahana menunjukkan kepuasan sang perokok dalam hisapan pertama dan kedua.
"Aku gak mau pakai zippo, nanti kalian bakal berdebat apakah zippo-ku ini asli atau tidak".
Yang lain mengangguk separo kecewa. Padahal, andai zippo digunakan, bahasan bisa lebih luas, tidak sekedar bunyi tapi level keaslian zippo juga bisa menjadi bahan obrolan seharian.
Maka hingga kini, masih juga diskusi berlangsung dikolom komentar atas cerpen yang sungguh tidak bermutu ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H