Mohon tunggu...
Tundung Memolo
Tundung Memolo Mohon Tunggu... Penulis - Tentor dan Penulis Buku, dll

Mendapat kesempatan mengikuti diklat dan lomba hingga ke luar kota dan luar negeri dari kementerian sehingga bisa merasakan puluhan hotel bintang 3 hingga 5. Pernah mendapat penghargaan Kepsek Inspiratif Tingkat Nasional Tahun 2023.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Daddy Blues vs Fatherhood Blues, Mana yang Lebih Rentan Stress

30 Januari 2025   18:18 Diperbarui: 30 Januari 2025   17:36 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Menjadi seorang ayah adalah perjalanan emosional yang tidak kalah kompleks dibanding menjadi ibu. Di satu sisi, ada kebahagiaan luar biasa melihat bayi mungil yang baru lahir. 

Namun, di sisi lain, ada tekanan, kecemasan, dan bahkan kesedihan yang tidak selalu diakui oleh masyarakat. Dua istilah yang sering muncul dalam diskusi tentang perubahan emosional pada ayah baru adalah daddy blues dan fatherhood blues. 

Sekilas, keduanya terdengar mirip, tetapi sebenarnya memiliki perbedaan yang cukup mendalam, baik dari segi penyebab, dampak, hingga bagaimana cara menghadapinya.

Daddy blues umumnya menggambarkan kondisi emosional yang cenderung ringan dan sementara. 

Ayah baru mungkin merasa kewalahan, kelelahan, atau bahkan kehilangan jati diri karena perubahan besar dalam hidup mereka. Biasanya, ini terjadi dalam beberapa minggu pertama setelah kelahiran anak. 

Penyebab utamanya sering kali adalah kurang tidur, tanggung jawab baru yang mendadak, serta perubahan dinamika dalam hubungan dengan pasangan. 

Misalnya, seorang ayah yang terbiasa memiliki waktu luang untuk hobi atau bersantai setelah pulang kerja kini harus berjaga di malam hari karena bayinya terus menangis. 

Perubahan ini bisa membuatnya merasa frustrasi dan stres, tetapi perasaan ini biasanya tidak berlangsung lama.

Sebaliknya, fatherhood blues lebih dari sekadar rasa lelah atau kewalahan sesaat. Istilah ini sering kali merujuk pada kondisi emosional yang lebih dalam dan berkepanjangan, bahkan bisa menjadi bentuk awal dari paternal postnatal depression (PPND). 

Seorang ayah yang mengalami fatherhood blues mungkin merasakan kecemasan yang lebih intens, kehilangan gairah hidup, dan bahkan mulai mempertanyakan perannya sebagai ayah. 

Perasaan ini bisa muncul karena berbagai faktor, seperti tekanan ekonomi, kurangnya dukungan sosial, atau bahkan ketidaksiapan emosional dalam menghadapi perubahan besar dalam hidupnya.

Contohnya, bayangkan seorang ayah yang bekerja di kantor dengan tekanan tinggi. Setelah pulang ke rumah, ia berharap bisa beristirahat, tetapi justru harus menghadapi bayi yang rewel dan pasangan yang juga kelelahan. 

Jika ia tidak memiliki sistem pendukung yang kuat, seperti keluarga atau teman yang bisa diajak berbagi cerita, maka rasa stresnya bisa menumpuk. 

Awalnya, mungkin ia hanya merasa lelah, tetapi lama-kelamaan bisa berkembang menjadi perasaan putus asa dan menarik diri dari keluarga.

Selain durasi dan intensitasnya, perbedaan lain yang mencolok antara daddy blues dan fatherhood blues adalah bagaimana keduanya memengaruhi hubungan sosial dan perilaku seorang ayah. 

Ayah yang mengalami daddy blues cenderung masih bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan tetap menjalankan rutinitasnya, meskipun dengan sedikit lebih banyak keluhan atau rasa lelah. 

Sebaliknya, ayah yang mengalami fatherhood blues mungkin mulai menjauh dari pasangan, kehilangan minat pada hal-hal yang dulu ia sukai, dan bahkan bisa mengalami perubahan perilaku yang signifikan, seperti mudah marah atau merasa tidak berharga.

Yang sering menjadi masalah adalah fatherhood blues sering tidak disadari atau diakui, baik oleh si ayah sendiri maupun oleh orang-orang di sekitarnya. 

Masyarakat masih cenderung menganggap bahwa ayah harus kuat dan tidak boleh mengeluh. Jika seorang ibu mengungkapkan rasa lelah atau stres karena bayi baru lahir, ia akan lebih mudah mendapatkan empati. 

Namun, jika seorang ayah menunjukkan tanda-tanda serupa, ia mungkin akan dianggap “kurang bersyukur” atau “tidak bisa jadi ayah yang baik.” 

Akibatnya, banyak ayah yang mengalami fatherhood blues memilih untuk diam dan memendam perasaan mereka sendiri, yang justru bisa memperburuk kondisi mental mereka.

Penting untuk memahami bahwa baik daddy blues maupun fatherhood blues adalah respons normal terhadap perubahan besar dalam hidup.

Tidak ada yang salah dengan merasa lelah atau bahkan sesekali merasa tidak yakin dengan peran baru sebagai ayah. Namun, perbedaan antara keduanya harus dikenali agar bisa ditangani dengan tepat. 

Jika seorang ayah hanya mengalami daddy blues, maka dukungan dari pasangan, waktu istirahat yang cukup, dan sedikit perubahan dalam pola hidup biasanya sudah cukup untuk membantunya merasa lebih baik. 

Namun, jika ia mengalami fatherhood blues yang berkepanjangan, maka ia mungkin membutuhkan lebih banyak dukungan, baik dari keluarga, teman, atau bahkan profesional.

Pada akhirnya, memahami perbedaan ini bukan hanya penting bagi para ayah, tetapi juga bagi pasangan dan lingkungan sekitar. 

Dengan lebih banyak kesadaran tentang kesehatan mental ayah, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih suportif bagi para orang tua baru. 

Sebab, menjadi ayah bukan hanya tentang memberikan nafkah atau mengganti popok, tetapi juga tentang bagaimana mereka bisa merasa bahagia dan sejahtera dalam menjalani peran barunya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun