Mohon tunggu...
Tundung Memolo
Tundung Memolo Mohon Tunggu... Penulis - Tentor dan Penulis Buku, dll

Mendapat kesempatan mengikuti diklat dan lomba hingga ke luar kota dan luar negeri dari kementerian sehingga bisa merasakan puluhan hotel bintang 3 hingga 5. Pernah mendapat penghargaan Kepsek Inspiratif Tingkat Nasional Tahun 2023.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Swedia Kembali ke Buku Cetak, Kita?

28 Januari 2025   21:21 Diperbarui: 28 Januari 2025   20:33 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada 2022, Indonesia tercatat berada di peringkat ke-74 dalam survei Program for International Student Assessment (PISA), sebuah studi yang menilai keterampilan membaca, matematika, dan sains di kalangan siswa berusia 15 tahun. 

Sementara itu, Swedia yang berada di peringkat ke-33, meskipun lebih baik dari Indonesia, juga mengalami penurunan signifikan dalam skor membaca mereka. 

Fenomena ini membawa perhatian pada kebijakan pendidikan masing-masing negara, yang kini menjadi refleksi penting dalam upaya meningkatkan literasi.

Keputusan Swedia untuk mengalokasikan anggaran Rp 1,7 triliun guna mengembalikan buku cetak ke dalam sistem pendidikan mereka setelah 15 tahun mengandalkan teknologi digital, memunculkan pertanyaan mengenai efektivitas teknologi dalam pendidikan. 

Sejak 2009, Swedia menggantikan buku cetak dengan perangkat digital, seperti komputer dan tablet, dengan harapan dapat meningkatkan akses pendidikan dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi era digital. 

Namun, hasilnya tidak sesuai harapan. Penurunan keterampilan membaca di kalangan siswa Swedia menjadi perhatian serius, meskipun faktor pandemi turut memengaruhi.

Buku cetak, yang lebih statis dan terstruktur, dianggap lebih efektif dalam memberikan pemahaman mendalam. Di sisi lain, penggunaan perangkat digital yang berlebihan justru terbukti mengganggu konsentrasi dan mengurangi kemampuan kognitif dasar siswa. 

Ini terbukti dalam data PIRLS yang menunjukkan penurunan signifikan dalam kemampuan membaca siswa Swedia.

Langkah Swedia ini dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi Indonesia. Meskipun teknologi memberikan akses informasi yang lebih luas, kesenjangan pendidikan antara daerah perkotaan dan terpencil di Indonesia masih sangat besar. 

Akses terhadap perangkat digital di banyak daerah terbatas dan tidak selalu dimanfaatkan secara maksimal. Selain itu, penggunaan teknologi tanpa pengelolaan yang bijaksana justru dapat mengganggu kualitas pembelajaran. 

Proses belajar yang lebih berfokus pada layar sering kali terkesan dangkal dan hanya sebatas menghafal informasi.

Indonesia tengah berupaya untuk memperbaiki sistem pendidikan melalui digitalisasi, termasuk melalui platform Merdeka Mengajar dan program literasi digital. 

Namun, untuk mengejar ketertinggalan dalam hal literasi, Indonesia perlu menyeimbangkan antara penggunaan teknologi dan metode tradisional.

Keberhasilan Indonesia dalam mengoptimalkan penggunaan teknologi di pendidikan bergantung pada kemampuan untuk menciptakan integrasi yang lebih baik antara digitalisasi dan metode pembelajaran konvensional. 

Hal ini bukan hanya soal peningkatan infrastruktur atau ketersediaan perangkat, tetapi juga tentang perubahan mindset yang mengutamakan kualitas pembelajaran dibandingkan kuantitas informasi yang bisa diakses.

Jika Swedia yang dikenal dengan inovasi pendidikan mereka berani menilai ulang kebijakan digitalisasi dan kembali ke buku cetak, Indonesia bisa belajar dari pengalaman ini. 

Keseimbangan antara buku cetak dan perangkat digital dapat memberikan pengalaman belajar yang menyeluruh. 

Buku cetak tetap penting untuk membangun fondasi keterampilan dasar seperti membaca dan menulis, sementara teknologi harus dimanfaatkan untuk memperluas wawasan dan mempercepat distribusi informasi.

Kunci untuk mengejar Swedia dalam literasi adalah komitmen kuat dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas pengajaran, memberikan pelatihan yang memadai kepada guru, serta memastikan infrastruktur pendidikan yang memadai di seluruh wilayah Indonesia. 

Selain itu, penting bagi Indonesia untuk mengembangkan program literasi yang lebih terfokus dan inklusif, yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, baik di perkotaan maupun di daerah terpencil.

Ini membutuhkan pendekatan yang bijaksana dalam memanfaatkan teknologi untuk pendidikan yang lebih baik. Dengan mengoptimalkan pelatihan guru dan memberikan akses yang setara untuk semua siswa, Indonesia bisa mengejar ketertinggalan dalam literasi dan meningkatkan skor PISA dalam jangka panjang. 

Hal ini juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendidikan antar wilayah yang masih menjadi masalah besar di Indonesia.

Dalam jangka panjang, jika Indonesia dapat mengatasi kesenjangan infrastruktur dan mengelola teknologi dengan lebih bijaksana, negara ini memiliki potensi untuk meningkatkan skor PISA dan mengejar ketertinggalan literasi, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Swedia. 

Indonesia memiliki peluang untuk meraih kemajuan pendidikan yang signifikan, dengan mengedepankan kualitas dan keberlanjutan dalam setiap langkah yang diambil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun