Pada 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran telah membawa sejumlah perubahan besar di berbagai sektor, termasuk pendidikan. Salah satu keputusan yang cukup kontroversial adalah penggantian Kurikulum Merdeka dengan pendekatan baru yang disebut "Deep Learning." Kebijakan ini memunculkan perdebatan di kalangan pendidik, akademisi, dan masyarakat umum. Banyak guru kini mulai berbicara tentang "deep learning" seolah-olah itu adalah kurikulum baru, padahal sejatinya deep learning adalah pendekatan pembelajaran, bukan struktur kurikulum formal.
Kurikulum Merdeka: Mengapa Diganti?
Kurikulum Merdeka dirancang untuk memberikan fleksibilitas kepada siswa dan guru, mendorong pembelajaran berbasis proyek, serta mengedepankan pengembangan kompetensi abad ke-21 seperti berpikir kritis, kreativitas, dan kolaborasi. Namun, kebijakan Prabowo-Gibran memilih untuk menggantinya dengan pendekatan deep learning, yang berfokus pada pembelajaran mendalam untuk membangun pemahaman konseptual yang lebih kuat.
Langkah ini dianggap ambisius oleh beberapa pihak karena bertujuan menciptakan generasi yang tidak hanya menghafal tetapi memahami secara mendalam dan dapat menghubungkan konsep dengan kehidupan nyata. Namun, keputusan ini juga menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah infrastruktur pendidikan Indonesia sudah siap untuk mendukung pendekatan yang sedemikian kompleks?
Deep Learning: Antara Filosofi dan Implementasi
Deep learning sebenarnya merupakan filosofi pembelajaran yang mengedepankan eksplorasi, analisis mendalam, dan keterhubungan konsep antar-disiplin. Ini bukan kurikulum dalam arti formal seperti yang dipahami dalam sistem pendidikan sebelumnya. Sayangnya, banyak guru dan pelaku pendidikan tampaknya salah kaprah dengan istilah ini, menganggapnya sebagai struktur kurikulum yang sudah jadi. Akibatnya, ada kebingungan dalam implementasi di lapangan.
Banyak guru mengeluhkan minimnya pelatihan dan panduan teknis mengenai bagaimana menerapkan deep learning di kelas. Tidak sedikit juga yang merasa kesulitan untuk memahami bagaimana pendekatan ini bisa diterapkan di berbagai jenjang pendidikan, terutama di daerah-daerah yang infrastrukturnya masih minim.
Tantangan yang Dihadapi
Kesiapan Guru: Sebagian besar guru di Indonesia masih terbiasa dengan metode pembelajaran tradisional yang berpusat pada guru (teacher-centered). Mengubah pola pikir dan kemampuan mereka untuk mengadopsi pendekatan deep learning membutuhkan waktu dan pelatihan yang intensif.
Minimnya Infrastruktur: Pendekatan deep learning membutuhkan akses ke teknologi, sumber belajar yang kaya, dan lingkungan pembelajaran yang mendukung eksplorasi. Sayangnya, banyak sekolah di Indonesia, terutama di daerah terpencil, belum memiliki akses ke sumber daya ini.
Kurangnya Sosialisasi: Pemerintah belum memberikan penjelasan yang komprehensif tentang apa itu deep learning, bagaimana penerapannya, dan apa tujuan jangka panjangnya. Hal ini menyebabkan kebingungan di kalangan pendidik.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!