Mohon tunggu...
Tundung Memolo
Tundung Memolo Mohon Tunggu... Penulis - Kepala Sekolah, CEO Litbang Indomatika, Tentor/Pembimbing Olimpiade Matematika, penulis, dll

Mendapat kesempatan mengikuti diklat dan lomba hingga ke luar kota dan luar negeri dari kementerian sehingga bisa merasakan puluhan hotel bintang 3 hingga 5. Pernah mendapat penghargaan Kepsek Inspiratif Tingkat Nasional Tahun 2023.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Sejarah Artificial Intelligence (AI), Yuk Kita Baca

26 Januari 2025   11:11 Diperbarui: 26 Januari 2025   09:13 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah kecerdasan buatan (AI) adalah perjalanan panjang yang melibatkan banyak pemikiran, eksperimen, dan terobosan yang mengubah dunia kita secara signifikan. Jika dilihat dari sudut pandang opini, kita bisa melihat perkembangan AI sebagai hasil dari pertemuan antara hasrat manusia untuk memahami pikiran dan kecerdasan, serta kemampuan teknologi yang terus berkembang.

Awal mula dari perjalanan AI bisa ditelusuri kembali ke era kuno, meskipun pada saat itu kita belum bisa menyebutnya AI dalam pengertian modern. Sejak zaman Yunani Kuno, manusia sudah memiliki mitos tentang makhluk buatan yang memiliki kecerdasan, seperti automaton yang bisa bergerak atau berbicara. Namun, konsep yang lebih konkret mengenai AI mulai muncul pada abad ke-20, terutama dengan lahirnya komputer digital.

Pada tahun 1950-an, muncul dua tokoh penting dalam sejarah AI: Alan Turing dan John McCarthy. Turing, dengan karya terkenalnya "Computing Machinery and Intelligence" (1950), mengajukan pertanyaan yang sangat fundamental: "Bisakah mesin berpikir?" Ini menjadi landasan filosofi dari perkembangan AI. Turing juga memperkenalkan tes yang dikenal dengan nama Tes Turing, yang bertujuan mengukur sejauh mana mesin bisa meniru kecerdasan manusia.

Sementara itu, John McCarthy adalah orang yang pertama kali menciptakan istilah "kecerdasan buatan" pada tahun 1956. Konferensi di Dartmouth, yang dipimpin oleh McCarthy, Marvin Minsky, Nathaniel Rochester, dan Claude Shannon, dianggap sebagai momen kelahiran resmi dari AI. Konferensi ini menandakan dimulainya era penelitian AI sebagai bidang akademis yang serius. Namun, meskipun harapan tinggi saat itu, AI menghadapi banyak tantangan teknis dan filosofis.

Dekade-dekade berikutnya penuh dengan gejolak. Di satu sisi, ada optimisme besar bahwa AI akan segera mewujudkan kecerdasan yang setara dengan manusia. Namun, di sisi lain, kemajuan teknologi yang terbatas pada saat itu membuat banyak penelitian mengalami stagnasi. Fenomena yang disebut "AI Winter" terjadi pada beberapa titik, di mana dana untuk penelitian AI menurun tajam karena harapan yang tidak terwujud.

Namun, seiring berjalannya waktu, terobosan mulai muncul. Pada 1980-an, perkembangan algoritma jaringan saraf tiruan dan teori pembelajaran mesin membuka peluang baru. Penelitian dan inovasi semakin intensif, dan dengan datangnya internet serta kekuatan komputasi yang lebih besar pada tahun 2000-an, AI mulai memasuki fase baru yang lebih produktif.

Salah satu pencapaian terbesar dalam sejarah AI adalah keberhasilan dalam pengenalan suara dan gambar, yang akhirnya memunculkan berbagai aplikasi praktis yang dapat kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kita mulai melihat AI diterapkan dalam bidang yang lebih luas, seperti mobil otonom, asisten virtual seperti Siri dan Alexa, serta analisis data besar yang digunakan di berbagai industri.

Seiring dengan kemajuan ini, banyak yang mulai mengajukan pertanyaan etis tentang AI: Apa dampaknya bagi pekerjaan manusia? Apakah AI akan mengambil alih kendali? Apakah kita mampu mengatur AI untuk kebaikan umat manusia? Pertanyaan-pertanyaan ini semakin mendalam seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi. Beberapa pakar memperingatkan bahwa jika tidak diatur dengan baik, AI bisa menimbulkan dampak negatif, baik secara sosial maupun ekonomi.

Namun, jika kita melihat sejarah AI dalam konteks opini pribadi, saya merasa bahwa meskipun tantangan dan risiko yang ada, potensi AI untuk membawa perubahan positif sangat besar. Teknologi ini bisa membantu kita memecahkan masalah besar, mulai dari perubahan iklim hingga pengobatan penyakit langka. Yang lebih penting lagi, perjalanan sejarah AI ini mengajarkan kita pentingnya berpikir kritis, bertanggung jawab, dan sadar akan implikasi sosial dari teknologi yang kita ciptakan.

Singkatnya, sejarah AI adalah sejarah tentang ketekunan, eksperimen, harapan, dan kegagalan. Ia mencerminkan rasa ingin tahu manusia yang tak terbatas untuk memahami dan meniru kecerdasan itu sendiri. Seiring dengan terus berkembangnya teknologi, kita harus siap untuk menyambut era baru di mana kecerdasan buatan dan manusia dapat bekerja bersama untuk menciptakan dunia yang lebih baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun