Mohon tunggu...
Tundung Memolo
Tundung Memolo Mohon Tunggu... Penulis - Tentor dan Penulis Buku, dll

Mendapat kesempatan mengikuti diklat dan lomba hingga ke luar kota dan luar negeri dari kementerian sehingga bisa merasakan puluhan hotel bintang 3 hingga 5. Pernah mendapat penghargaan Kepsek Inspiratif Tingkat Nasional Tahun 2023.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tahukah Kalian Alasan Gen-Z Enggan Berkunjung ke Perpustakaan

23 Januari 2025   10:43 Diperbarui: 23 Januari 2025   10:43 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kunjungan ke Perpustakaan (Sumber: dokumen pribadi)

Rendahnya tingkat literasi di kalangan Gen Z sering menjadi sorotan, terutama di tengah era digital yang menawarkan kemudahan informasi instan. Generasi ini tumbuh dengan akses tak terbatas ke teknologi, di mana jawaban atas hampir semua pertanyaan hanya sejauh satu klik. Namun, kemudahan ini sering kali membuat mereka melewatkan kedalaman dan kekayaan wawasan yang bisa diperoleh dari membaca buku atau mengunjungi perpustakaan. Sebagai institusi yang dahulu menjadi pusat literasi dan pembelajaran, perpustakaan kini menghadapi tantangan besar untuk tetap relevan di tengah perubahan perilaku generasi muda.

Salah satu alasan utama mengapa Gen Z cenderung jarang mengunjungi perpustakaan adalah kemudahan yang ditawarkan oleh internet. Mengapa harus bersusah payah mencari buku di rak ketika Google dapat memberikan jawaban dalam hitungan detik? Selain itu, perpustakaan sering dianggap sebagai tempat yang kuno dan kurang menarik. Banyak dari mereka merasa bahwa perpustakaan tidak menawarkan pengalaman yang sesuai dengan gaya hidup mereka yang serba cepat dan interaktif.

Lebih dari itu, koleksi perpustakaan sering kali dinilai kurang relevan dengan minat dan kebutuhan Gen Z. Literatur yang tersedia cenderung tradisional, sementara mereka mungkin lebih tertarik pada buku atau konten tentang teknologi, tren pop culture, atau literasi digital. Belum lagi, jam operasional perpustakaan yang terbatas membuatnya kurang fleksibel untuk generasi yang aktif di berbagai aktivitas hingga larut malam.

Namun, perpustakaan sebenarnya masih memiliki potensi besar untuk menarik minat Gen Z. Hal ini membutuhkan transformasi signifikan, baik dalam layanan maupun desain ruang. Perpustakaan harus berani beradaptasi dengan era digital, misalnya melalui digitalisasi koleksi dan penyediaan akses online. Selain itu, ruang perpustakaan juga perlu dirancang ulang menjadi lebih ramah, nyaman, dan serbaguna, sehingga menjadi tempat yang tidak hanya untuk membaca, tetapi juga untuk berdiskusi, bekerja, atau sekadar bersantai.

Perpustakaan juga perlu lebih aktif menjangkau Gen Z dengan cara yang mereka pahami, misalnya melalui media sosial atau kegiatan kreatif seperti workshop dan talk show. Dengan melibatkan mereka dalam proses pengadaan koleksi, perpustakaan juga dapat memastikan bahwa materi yang tersedia relevan dengan minat mereka.

Perubahan ini membutuhkan investasi dan visi yang kuat, tetapi langkah tersebut penting untuk memastikan bahwa perpustakaan tidak hanya bertahan, tetapi juga kembali menjadi pusat literasi dan pembelajaran yang menarik bagi generasi muda. Jika perpustakaan berhasil beradaptasi, bukan tidak mungkin Gen Z akan melihatnya sebagai tempat yang relevan dan penting di tengah kemajuan teknologi.

Meskipun banyak perpustakaan telah mencoba berbagai upaya untuk menarik minat generasi muda, beberapa di antaranya masih kurang berhasil karena tidak sepenuhnya memenuhi kebutuhan dan ekspektasi Gen Z. Berikut adalah beberapa contoh upaya yang sudah dilakukan tetapi belum optimal:

  1. Penyediaan Komputer dan Akses Internet
    Banyak perpustakaan telah melengkapi fasilitas mereka dengan komputer dan Wi-Fi gratis. Namun, fasilitas ini sering kali kalah saing dengan kenyamanan yang ditawarkan oleh kafe atau ruang kerja bersama (coworking space), yang lebih menarik secara desain dan suasana.

  2. Penyelenggaraan Acara Edukasi Tradisional
    Beberapa perpustakaan rutin mengadakan seminar, diskusi buku, atau pelatihan. Sayangnya, acara ini sering kali kurang promosi atau formatnya terlalu kaku, sehingga tidak mampu menarik perhatian Gen Z yang lebih menyukai acara interaktif dan berbasis pengalaman.

  3. Digitalisasi Koleksi Buku
    Perpustakaan mulai menyediakan e-book dan koleksi digital, tetapi aksesnya sering kali terbatas oleh platform yang tidak user-friendly atau aturan pinjaman yang rumit, membuat pengguna lebih memilih aplikasi komersial seperti Kindle atau Scribd.

  4. Pengadaan Ruang Belajar
    Perpustakaan telah menyediakan ruang belajar individu maupun kelompok, namun sering kali ruang tersebut kurang nyaman, memiliki desain yang monoton, atau minim fasilitas tambahan seperti stopkontak dan tempat istirahat.

  5. Media Sosial untuk Promosi
    Beberapa perpustakaan menggunakan media sosial untuk mempromosikan koleksi atau acara. Namun, konten yang dibuat sering kali kaku, tidak kreatif, atau kurang sesuai dengan gaya komunikasi Gen Z yang cenderung santai dan visual.

Masalah utama dari upaya-upaya ini adalah kurangnya pendekatan yang mendalam terhadap preferensi dan kebutuhan Gen Z. Mereka menginginkan pengalaman yang relevan, fleksibel, dan menyenangkan. Tanpa memahami hal ini, perpustakaan hanya akan menjadi tempat yang "baik untuk ada," tetapi jarang menjadi pilihan utama bagi generasi muda.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun