Mohon tunggu...
Kak Memo
Kak Memo Mohon Tunggu... Kolumnis

Freelancer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengkritisi Rumah Pendidikan, tapi Jangan Fomo Syndrome

22 Januari 2025   20:50 Diperbarui: 22 Januari 2025   20:15 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Paradoks Inovasi Tanpa Keberlanjutan

Indonesia telah melihat banyak inovasi pendidikan digital yang datang dan pergi. Setiap kali platform baru diluncurkan, muncul harapan besar yang kemudian meredup karena kurangnya keberlanjutan. PMM adalah salah satu contoh di mana banyak guru merasa kecewa karena beberapa fitur yang tidak relevan atau kurang optimal dalam mendukung kebutuhan pembelajaran.

Kini, dengan kehadiran Rumah Pendidikan, kekhawatiran yang sama kembali mencuat. Tanpa perencanaan yang matang dan evaluasi berkelanjutan, platform ini berisiko menjadi inovasi lain yang hanya berumur pendek, tanpa dampak jangka panjang yang signifikan.

Solusi atau Beban Baru?

Kritik terhadap Rumah Pendidikan bukan berarti menolak inovasi digital. Justru, kritik ini perlu dipandang sebagai refleksi mendalam agar platform ini benar-benar relevan dengan kebutuhan pendidikan di Indonesia. Untuk menjawab tantangan ini, Rumah Pendidikan harus fokus pada tiga hal utama:

  1. Pemerataan Akses dan Infrastruktur: Pemerintah perlu menjadikan akses internet dan perangkat sebagai prioritas di daerah-daerah terpencil sebelum memaksakan adopsi platform digital.
  2. Kolaborasi dengan Platform Sebelumnya: Alih-alih menciptakan platform baru yang berdiri sendiri, Rumah Pendidikan sebaiknya dirancang untuk melengkapi dan memperkuat platform yang sudah ada, seperti PMM.
  3. Pendampingan Intensif: Guru tidak bisa dibiarkan belajar sendiri. Pelatihan yang menyeluruh dan berkelanjutan harus menjadi bagian integral dari implementasi Rumah Pendidikan.

Pada akhirnya, Rumah Pendidikan adalah peluang besar untuk memperbaiki sistem pendidikan kita, tetapi peluang ini hanya bisa terwujud jika platform ini dirancang dan diimplementasikan dengan realitas di lapangan sebagai prioritas utama. Tanpa itu, Rumah Pendidikan berisiko menjadi sekadar simbol teknologi yang indah di permukaan, tetapi hampa di dalamnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun