Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi salah satu kebijakan strategis pemerintah untuk mengatasi ketimpangan pendidikan di Indonesia. Dengan prinsip objektivitas, akuntabilitas, transparansi, dan nondiskriminasi, zonasi bertujuan memberikan akses pendidikan yang lebih merata. Meski demikian, kebijakan ini masih menyisakan sejumlah kelebihan dan kekurangan yang perlu dicermati.
Kelebihan Sistem Zonasi
Akses Pendidikan yang Lebih Merata
Sistem zonasi memastikan anak-anak mendapatkan hak pendidikan di sekolah terdekat tanpa harus bersaing ketat berdasarkan nilai akademik semata. Hal ini menghilangkan stigma bahwa hanya sekolah favorit yang layak menjadi tujuan utama, sekaligus mengurangi tekanan sosial pada orang tua dan siswa.Efisiensi Waktu dan Biaya
Dengan kebijakan zonasi, siswa tidak perlu menempuh perjalanan jauh untuk ke sekolah. Selain hemat biaya transportasi, sistem ini juga mendukung keseimbangan antara waktu belajar dan istirahat siswa, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup mereka.Peningkatan Kompetensi Guru
Zonasi memberikan peluang bagi guru untuk menghadapi siswa dengan kemampuan akademik yang lebih beragam. Tantangan ini mendorong guru untuk lebih kreatif dalam mengembangkan metode pembelajaran yang adaptif, sehingga memperkaya kompetensi pedagogis dan akademis mereka.Mengurangi Eksklusivitas Sekolah Favorit
Sistem ini memecah konsentrasi siswa berprestasi yang selama ini terpusat di sekolah-sekolah unggulan. Dengan demikian, sekolah pinggiran memiliki kesempatan untuk berkembang dan menarik perhatian masyarakat.
Kekurangan Sistem Zonasi
Ketimpangan Fasilitas Sekolah
Salah satu kelemahan mendasar adalah perbedaan fasilitas antara sekolah favorit dan sekolah pinggiran. Sekolah favorit cenderung memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap, sementara banyak sekolah lain masih kekurangan laboratorium, perpustakaan, atau akses teknologi. Hal ini berpotensi menciptakan kesenjangan baru meskipun zonasi diterapkan.Paradigma Masyarakat yang Belum Berubah
Banyak orang tua masih terjebak dalam pandangan bahwa sekolah favorit adalah satu-satunya pilihan terbaik. Akibatnya, mereka sering merasa kecewa jika anak mereka harus bersekolah di sekolah terdekat yang dianggap kurang berkualitas.Tantangan dalam Penanaman Budaya Sekolah Unggul
Sekolah favorit sering dikenal dengan budaya disiplin, kejujuran, dan motivasi yang tinggi. Budaya ini sulit diadopsi secara instan oleh sekolah pinggiran tanpa dukungan yang berkelanjutan dari guru, siswa, dan masyarakat.Distribusi Sumber Daya Manusia yang Belum Optimal
Meskipun kompetensi guru mulai merata, distribusi tenaga pendidik unggul belum sepenuhnya optimal. Beberapa sekolah pinggiran masih kekurangan guru dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman yang relevan untuk mendukung peningkatan kualitas belajar-mengajar.