Memangnya ada yang salah dengan Eksistensi Partai Politik di Indonesia, karena pada dasarnya apa yang kita lihat terhadap tindakan-tindakan partai politik di Indonesia selama ini tidak keluar dari Fitrahnya artinya segala tindakan-tindakannya masih dalam koridor kewajaran yang pada dasarnya adalah mencari kekuasaan, mendapatkan kekuasaan, dan mempertahankannya. Saya katakan itu adalah hal yang mutlak, mengapa ? karena untuk dapat menjalankan fungsi partai politik yakni, menerima aspirasi rakyat dan memperjuangkannya dan melahirkan figur-figur potensial melalui proses kaderisasi. Namun perlu di catat oleh kita semua fungsi tersebut tidak akan bisa terealisasi tanpa berada di dalam pemerintahan, lantas caranya bagaimana ? yah caranya ikut dalam pemilihan umum dan menang dalam pemilihan umum, serta mempertahankannya, kiranya hanya ini satu-satunya cara untuk dapat merealisasikan fungsi Partai Politik dan tidak bisa di pungkiri memang Eksistensi partai politiklah yang menentukan.
Untuk Ahok, kita tau bahwa Ahok sedang dalam proses pencalonannya melalui jalur Independen, Ahok ini tidak salah, karena Negara telah menyiapkan wadah bagi figur yang tidak melalui usungan Partai politik namun ingin mengikuti Pilkada.
Melalui serangkaian proses permohonan Uji Materi yang menghasilkan terobosan baru yang nyatakan oleh MK bahwa setiap orang punya hak yang sama untuk ikut dalam pilkada tak terkecuali melalui partai Politik. Sehingga alternatif independen inilah yang Ahok gunakan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
Apalagi diperkuat lagi dengan putusan MK , yang awalnya syarat calon Independen itu harus mengumpulkan persentase dukungan dari jumlah penduduk menjadi dari Jumlah DPT saja yang merupakan putusan yang cukup rasional dan realistis dari Mahkamah Konsitusi. Pasalnya tidak semua masyarakat dalam suatu daerah itu merupakan pemilih tetap. Ilustrasinya bagaimana mungkin standar dukungan masyarakat terhadap calon independen itu terhitung juga terhadap masyarakat yang bukan pemilih tetap. Sangat merugikan bagi calon independen tersebut.
Memang hal ini dinilai menguntungkan calon Independen dalam proses pemilihan umum, namun konsekuensinya akan di rasakan ketika telah menjalankan pemerintahan. Kita ketahui bahwa agar pemerintahan berjalan dengan baik diperlukan sinergisitas antara Eksekuif dan Legislatif. Yang akan menjadi masalah di ke[caption caption="sumberilustrasi: beritaempat.com"][/caption]mudian hari apabila tidak ada sinergisitas antara Legislatif dan Eksekutif dikarenakan Kepala daerah tersebut sebelum maju dalam pilkada telah menyatakan sikap maju tanpa dukungan atau usungan partai politik. Pastinya Kepala daerah tersebut merupakan musuh politik terhadap Partai-partai yang terhimpun dalam bentuk Fraksi di DPRD yang waktu Pemilihan umum mempunyai usungan juga namun terkalahkan oleh calon Independen.
Pastinya untuk menjaga ke eksisan dan dinamika kepercayaan rakyat terhadap Partai politik, para anggota Legislatif tidak akan putar haluan atau bermanuver untuk bermesraan dengan kepala daerah yang terpilih melalui Independen tersebut, karena sangat riskan bagi Parpol tersebut di masa yang akan datang. Akan dapat merusak citra parpol, akan merubah persepsi orang, bahwa tidak perlu ragu maju pilkada melalui jalur Independen, to pasti akan akur juga sama DPRD ketika terpilih nanti. Sehingga kedepannya partai politik akan kehilangan eksistensinya dan tidak akan menjadi pilihan utama lagi bagi paa figur yang ingin maju dalam Pilkada. Maka dari itu peran DPRD akan semakin besar ketika telah dalam pemerintahan, caranya hanya 1, cuekin kepala daerah tersebut, perketat pengawasan, kritis terhadap program pemerintah, dan mencari celah untuk menyalahkan iKepala Daerah tersebut. niscaya calon independen akan kapok. Heheh...namun jangan sampai salah jika demi kesejahteran Rakyat. Hummm.
Namun untuk Ahok sepertinya tidak berlaku, pasalnya sudah ada dua partai yang putar haluan untuk mendukung pengindependenan Ahok, tentu hal ini adalah hal yang sangat memalukan untuk partai politik, mendukung figur yang tidak mengatasnamakannya. Sungguh suatu penurunan wibawa yang sangat tidak harus terjadi bagi partai-partai politik. Seharusnya jika Ahok menerima dukungan dari partai politik maka Ahok harus siap juga di calonkan oleh partai pendukungnya, namun yang terjadi lain, dan sangatlah merusak wibawa partai politik.Â
Hal ini entah kurang ditemukan kebenarannya yang sesungguhnya, apa yang ada di dalam pikiran seorang Ahok, jika seandainya Ahok bertekad maju Pilkada tanpa dukungan partai politik mengapa ia tetap menerima dukungan partai-partai yang mendukungnya, walaupun tidak mengusung. Namun pastinya hal yang sudah saya jelaskan di atas yaitu kepala daerah yang menang Pilkada dengan jalur Independen akan kesulitan dalam menjalankan pemerintahan karena tidak ada dukungan dari Legislatif itu tidak akan berlaku bagi Ahok, bayangkan begitu kuatnya Ahok ini, tanpa permintaan, partai politik sendiri yang datang kepada Ahok untuk disetujui dukungannya.Â
Tanpa mengusung pula. Ahok sebenarnya Cuek-Cuek butuh, menerima dukungan tapi tidak mau ada timbal balik, prinsip yang bertentangan dengan ideologi partai politik. Tapi partai politik rela, entah demi masyarakat atau ada maksud yang terselubung lainnya. Terseralah... Otomatis ini adalah poin penuh buat Ahok untuk kemudian akan tetap mendapat dukungan di legislatif ketika telah terpilih kelak. Sekali lagi Ahok menang besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H