Mohon tunggu...
TUN SAMUDRA
TUN SAMUDRA Mohon Tunggu... Politisi - Laki-Laki

SAYA MENULIS UNTUK 2 MANFAAT

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hakim dan Anggota DPR yang Masih Tetap Mempertahankan Konsistensinya Sebagai Juara Bertahan

2 Maret 2016   14:53 Diperbarui: 2 Maret 2016   15:06 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hakim dan anggota DPR adalah dua jenis Pejabat Negara yang selalu berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi, dimana Hakim kesehariannya tak pernah luput dengan penanganan ka[caption caption="sumberfoto: lensaindonesia.com"][/caption]sus korupsi, sedangkan anggota DPR adalah dengan ketiga fungsinya sangatlah vital dan berkaitan dengan pengolahan uang negara dan selalu dalam bayang-bayang bujukan serta giuran uang negara untuk dikorupsikan. 

Hakim dalam memutus kasus korupsi memang tak perlu diragukan lagi, sampai-sampai di masa kini sedang tren di kalangan para pejabat Negara maupun para penegak Hukum yaitu dengan istilah ” jangan coba-coba- mengajukan upaya Hukum apabila perkara kasus Korupsi telah diputus oleh hakim di pengadilan tingkat pertama”, pasalnya bukan hanya untuk beberapa orang saja, 

kiranya rata-rata terdakwa kasus korupsi yang telah vonis dan kemudian mengajukan upaya hukum ke pengadilan yang tingkatannya lebih tinggi itu jangankan tetap seperti apa yang di putus pada waktu di Pengadilan tingkat pertama, malah di tingkat pengadilan yang lebih tinggi akan semakin berat vonis yang didapatkanoleh seorang terdakwa, bahkan secara realistis pula, jika apalagi telah sampai di Mahkamah Agung niscaya akan semakin tinggi vonis yang dijatuhkan untuk terdakwa kasus Korupsi. So !. Jangan coba–coba melakukan upaya hukum apabila terkait dengan kasus Korupsi yang telah di putus oleh Pengadilan Tingkat pertama. 


Namun jikalau melihat kinerja dan prestasi yang sudah yang ditorehkan sesuai dengan wilayah kebijakannya, sepertinya Hakim sedikit unggul dibanding Anggota DPR RI, dengan pertimbangan terhadap kinerja anggota DPR salah satunya banyaknya permohonan uji materi yang di mohonkan atas dasar Hak Konstitusional yang mengalami pertentangan sehingga hal ini menunjukan bahwa ada dua kemungkinan, pertama pembuat Undang-Undang dalam membuat dengan sengaja mengesampingkan Hak Konstitusional dikarenakan bertentangan dengan kepentingan kelompok dan yang kedua pembuat Undang-Undang kita dalam membuat UU kurang memahami nilai-nilai Konstitusi.


Hierarki keanggotaan Dewan Perwakilan rakyat di Indonesia terdiri atas tiga jenis yaitu, dari bawah adalah DPR tingkat II (Kabupaten/Kota), tingkat I(Provinsi), dan tingkat pusat, yang memiliki kewenangan lebih luas adalah DPR tingkat pusat atau yang lebih kita kenal dengan istilah DPR RI, dengan tiga fungsi utamanya yaitu, fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan menjadikan DPR RI sangatlah berhubungan dan ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi, 

ketiga fungsinya tersebut sangatlah berpotensi dalam pengolahan uang negara, dalam fungsi legislasinya, yaitu salah satunya fungsi membuat dan mengamandemen Undang-Undang sangatlahlah potensial dalam kepentingan politik yang prospeknya lebih cenderung menguntungkan kepentingan diri sendiri atau kelompok, artinya dalam pembuatan, maupun pengrevisian Undang-Undang sudah pasti di selingi kepentingan-kepentingan yang pastinya akan mempermuda langkah-langkah mereka dalam melakukan tindakan apapun yang pada dasarnya untuk mencapai tujuan, pada prinsipnya tidak mungkin seseorang meciptakan sesuatu yang nantinya akan merugikan dirinya sendiri,

 karena menurut mereka itu adalah sebuah adalah hal yang konyol, sehingga salah satu contohnya kengototan sebagaian besar anggota DPR untuk tetap merevisi UU KPK yang bagi sebagian besar rakyat Indonesia itu adalah untuk melemahkan kewenangan KPK.  baca


Namun hal itu bukan tanpa Alasan, mengingat setiap saat ada saja anggota DPR yang terlibat dalam kasus korupsi, seperti halnya mereka sedang antrian di sebuah bank, sedikit lama akan kena giliran juga. Bahkan hingga saat tulisan ini di tulis di hari yang sama KPK kembali menangkap BS Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Golkar sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek [caption caption="sumberilustrasi: aktual.com"]

[/caption][caption caption="sumberilustrasi: news.liputan6.com"]
[/caption]Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ( Kempupera ), yang merupakan pengembangan atas kasus yang menjerat Anggota DPR RI Fraksi PDIP yaitu DWP. Maka dari itu sebenarnya sudah jelas kenapa sebagian besar anggota DPR sangat ngotot untuk merevisi UU KPK sehingga hal itu tidak perlu di isyaratkan kepada rakyat untuk menguatkan KPK.


Kemudian fungsi anggaran dan pengawasan juga sangatlah besar efek penyalagunaan uang negara disini, salah satu contoh seperti kasus anggota DPR DYL yang terkait kasus suap pembahasan anggaran proyek pembangkit listrik mikrohidro, disini DYL menerima suap dari seorang pengusaha agar menggolkan proyek tersebut, serta kasus suap terkait dengan peilicinan Proyek Kempupera. Serta yang sedang hangat saat ini kasus suap DWP yang diikuti oleh penetapan tersangka BS yang kedua-duanya adalah Anggota DPR RI.


Berbicara mengenai Hakim. Hakim adalah pejabat negara yang mempunyai peranan yang besar dalam penegakan hukum di Indonesia, tugas pokok hakim menerima, memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan. Tak terkecuali kasus korupsi, tak khayal sudah sangat banyak seorang koruptor yang di tangani oleh hakim dengan statistiknya merujuk pada tradisi/budaya korupsi di Indonesia. 


Namun apa jadinya bila seorang pejabat yang mempunyai peranan besar dalam penegakan hukum di Indonesia itu juga melakukan tindak pidana korupsi, sangat disayangkan. Beberapa Hakim yang pernah terlibat tindak pidana korupsi yaitu sebut saja HK (Hakim Khusus pengadilan tipikor Pontianak), ID ( Hakim khusus Pengadilan Hukum Industrial Bandung ), SFDN ( Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat), kemudian di tahun 2015 kemarin terkait dengan kasus OTT OCK juga menjerat 3 Hakim PTUN. 

Disamping itu OTT yang berhasil dilakukan oleh KPK juga telah banyak mengungkap Kasus Korupsi, dan yang paling menghebokan sekaligus menjatuhkan wibawa hukum Indonesia adalah Kasus AM yang saat itu adalah sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.Serta beberapa waktu lalu kita dihebohkan oleh OTT terhadap Kasubdit Perdata MA, sangatlah disayangkan atas apa yang telah terjadi di kalangan penegakan Hukum.


Melihat realita yan terjadi ternyata memang sebagian besar yang terkait kasus Korupsi adalah penegak Hukum dan Legislatif, apa jadinya hukum indonesia jika seperti ini, Anggota DPR merancang dan membuat Undang-Undang sedangkan Hakim mengadili Koruptor justru kedua-duanya sebagai aktivis terbesar dibalik tindak pidana korupsi di Indonesia. 

Seperti yang pernah diutarakan Prof. Sahetapy bahwa lingkup Peradilan dan Parlemen adalah masuk tiga besar lembaga Negara terkorup dan sepertinya sampai sekarang baik Parlemen dan Peradilan memang masih tetap mempertahankan konsistensinya sebagai juara bertahan.
Sangat disayangkan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun