Mohon tunggu...
TUN SAMUDRA
TUN SAMUDRA Mohon Tunggu... Politisi - Laki-Laki

SAYA MENULIS UNTUK 2 MANFAAT

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK: Mungkinkah Sebagai Wadah Perlindungan Terhadap Koruptor?

17 Februari 2016   20:32 Diperbarui: 17 Februari 2016   20:45 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya untuk membersihkan Indonesia dari Korupsi, bukanlah pencegahan yang harus dilakukan seperti banyak diwacanakan oleh para politisi dan politikus sebagai alasan untuk merevisi UU KPK, dengan dalih bahwa KPK harusnya mencegah bukan menunggu terjadi Korupsi baru ditangkap, namun menurut penulis bahwa Korupsi yang telah meraja lela di Indonesia ini adalah Culture/ Budaya yang membutuhkan beberapa generasi untuk bisa menghilangkannya, karena satu generasi sangatlah tidak mungkin, tidak cukup dengan hanya mencegah, harus dipangkas, ibarat virus akan semakin menyebar dan hanya bisa hilang jika di amputasi, maka dari itu sudah tepat UU KPK saat ini yang melakukan penyadapan secara langsung tanpa perlu menuggu izin dari ketua Pengadilan.

Sangatlah lucu bagi pihak yang mengatakan bahwa KPK gagal dalam pencegahan, seperti yang kita ketahui bersama bahwa Korupsi itu adalah tentang Moral, bagaimana mungkin KPK akan mencegah sifat manusia, apakah mungkin yang dimaksud adalah untuk mencegah oknum yang ingin korupsi sehingga terselamatkanlah dia karena telah dicegah oleh KPK. Lucu jika ada seorang yang meminta kepada KPK untuk dicegah.

Sepertinya sudah tepat jika Lembaga peradilan masuk 3 besar sebagai Lembaga terkorup di Indonesia seperti yang di katakan Prof. Sahetapy, dan hal itu telah terbukti dengan maraknya keterlibatan oknum—oknum penegak hukum di lingkup Peradilan utamanya para hakim-hakim dan Paniteranya.
Sebenarnya Tuhan sedang bekerja disini, Tuhan memberitahukan kita agar UU KPK ini tidak perlu direvisi. Jika saja UU KPK itu telah direvisi sesuai poin-poin tersebut, maka tidak mungkin akan terjadi operasi tangkap tangan terhadap oknum MA tersebut, bahkan seperti yang kita ketahui bahwa tidak akan mungkin terjadi OTT jika tidak ada penyadapan, padahal kita ketahui berapa banyak kasus yang di ungkap melalui OTT.

Pertanyaanya ? mungkinkah Ketua Pengadilan akan serta merta selalu mengizinkan KPK untuk melakukan penyadapan, bagaimana jika yang dimintakan izin tersebut untuk menyadap sejawat sesama hakim atau lebih spesifik lagi yaitu Oknum Pengadilan yang bernaung/bekerja dibawah perintahnya. Lainya halnya jika telah ada intervensi karena kepentingan.

Kemudian, menyoal pembentukan Dewan pengawas KPK sangatlah akan membatasi langkah-langkah KPK dalam bertindak dan kelak akan tertatih tatih, kemungkinan terjadinya Intervensi sangatlah terbuka lebar, berbagai kemungkinan akan terjadi, seperti tidak adanya independensi, serta siapa yang akan mengisi posisi dewan pengawas tersebut, yang sudah bisa diasumsikan bahwa KPK akan kehilangan taringnya dalam memberantas Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.

Kini KPK telah di ujung tanduk, dukungan nonrevisi dari partai Gerindra dan Demokrat tidak cukup untuk memenangkan voting jikalau tidak menemui titik temu di parlemen, kita lihat saja besok kemungkinan manuver-manuver partai politik bisa saja terjadi. Oleh sebab itu kita sebagai masyarakat akan menjadi saksi pelemahan KPK ada di era pemerintahan 2014-2019.[caption caption="ilustrasi: merdeka.com"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun