Alhasil, seperti sebuah karma, selain menghadapi penyebaran Covid-19 yang kian meluas, Pemerintah juga harus menghadapi ancaman krisis bahan pangan. Ujungnya, Presiden Jokowi meminta BUMN untuk segera membuka lahan pertanian. Namun, dihimpun dari detik finance, menurut Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas, pemerintah seperti tidak belajar dari pengalaman, program cetak sawah tahun-tahun sebelumnya tidak ada hasil, justru merusak ekosistem. "(Cetak sawah) digunakan untuk apa? Kita cetak sawah itu hasilnya baru bisa terlihat 3-4 tahun lagi. Padahal masalah ada di depan mata saat ini bukan 3-4 tahun lagi. Jadi dengan cetak sawah ini tidak akan menjawab persoalan," ucapnya. Banyak pihak meragukan langkah Presiden dalam mencetak lahan sawah.
Lagi-lagi, masyarakat dibingungkan oleh langkah Pemerintah bukan? Setelah maraknya penggusuran yang dilakukan tahun-tahun kebelakang, justru sekarang Pemerintah kewalahan dengan ketersediaan bahan pangan yang kian menipis ditengah masa pandemi ini. Alangkah baiknya masyarakat mulai mempersiapkan ketahanan pangan sendiri mulai dari membangun hidroponik disekitar lingkungan rumah. Setidaknya, jika memang krisis benar-benar terjadi, hal kecil seperti hidroponik ini dapat menjadi tameng ketahanan pangan keluarga, sambil berharap masa ini cepat berakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H