Mohon tunggu...
Hendri Kurniawan
Hendri Kurniawan Mohon Tunggu... Lainnya - Intelektual Organik.

-Microbiology and Agriculture Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Opini: Bahaya Sesat Berpikir di tengah Pandemi Covid-19

26 April 2020   05:05 Diperbarui: 26 April 2020   08:01 1713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hingga 25 April 2020, jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 sebanyak 8.607 dengan 720 jiwa meninggal dunia dan 1.042 kasus sembuh [1]. Berbagai kebijakan telah dikeluarkan, berbagai data telah disajikan, dan berbagai statement telah disampaikan. Para pejabat, politikus, influencer tak lupa tokoh agama bermunculan.

Ketika harus berdiam diri dirumah, tiada pilihan lain bagi masyarakat selain menyantap informasi yang disajikan oleh media arus utama. Perang opini yang sepanjang waktu muncul di media tentunya membingungkan masyarakat awam. Alih-alih membawa kebermanfaatan, kebingungan tersebut dapat menutupi informasi yang justru seharusnya penting untuk masyarakat dapatkan. 

Celakanya, penulis merasa justru keangkuhan dan keegoisan yang terlihat. Saling bantah sana sini demi panggung instan sesaat. Belum lagi, "panggung" itu sangat terlihat ketika pejabat turun secara langsung membagikan masker hingga bahan pangan.

Seakan mendapatkan definisi baru dari kata "lucu", yaitu ketika melihat seorang pejabat tinggi masih sempat memberikan bantuan secara langsung di jalanan saat pandemi ini berlangsung.

Beberapa berakhir ricuh, dan sudah pasti mengabaikan prinsip physical distancing itu sendiri. Penyampaian bantuan melalui gugus tugas di level terendah pun rawan tidak tepat sasaran jika lebih mementingkan kepentingan golongan tertentu.

Berlogika disaat corona 

Selain terlihatnya conflict of interest di tataran elit, berbagai informasi yang disajikan secara real time oleh berbagai lembaga tentunya dapat membuat masyarakat bimbang mengingat tidak semua orang dapat memahami data secara tepat. Informasi mengenai pro kontra data, pro kontra kebijakan pemerintah, pro kontra kepatuhan pejabat dalam melaksanakan kebijakan serta tumpang tindihnya kebijakan itu sendiri memperparah kebimbangan pada tataran masyarakat. 

Sebagai contoh, data yang secara real time disajikan oleh WHO maupun pemerintah terkait angka positif, sembuh dan meninggal tidak bisa serta merta diterjemahkan menggunakan logika formal saja. Seolah-olah, negara dengan angka kasus positif yang lebih kecil adalah lebih baik daripada negara dengan angka kasus positif yang lebih besar. Terlebih, Data antar negara disandingkan bagai sebuah persaingan layaknya seorang guru membandingkan kemampuan murid satu dengan murid lainnya, tanpa proses dialektika sebelumnya. nonsense. 

Seorang yang menggunakan logika formal akan mengatakan 'A' sama dengan 'A', maka seorang yang memakai logika dialektik akan mengatakan bahwa 'A' belum tentu sama dengan 'A'. 

John Pickard dalam "Materialisme Dialektis", yang ditulis oleh Trotsky, mengemukakan hal ini: "satu ons gula pasir tidak akan tepat sama dengan satu ons gula pasir lainnya. Adalah hal yang baik jika Anda menggunakan patokan takaran seperti itu untuk membeli gula pasir di toko, tetapi jika Anda lihat secara teliti, akan kelihatan bahwa takaran itu tidak tepat sama [2]".

Kembali tentang data yang tersaji terkait corona, kita pun perlu berdialektika dalam memahaminya. Sederhananya, angka yang sama belum tentu merepresentasikan hal yang sama. Jumlah tes yang telah dilakukan, jenis tes yang dilakukan, jumlah total populasi, jumlah total sampel uji, kapasitas sistem kesehatan, dan masih banyak parameter lainnya yang dapat digunakan dalam proses berdialektika.

Contoh sederhana, suatu negara bisa saja mengklaim negaranya memiliki 0 kasus positif corona. Namun pertanyaan yang akan muncul selanjutnya: berapa banyak pengujian telah dilakukan? Berapa perbandingan jumlah uji dibandingkan total populasi disuatu negara tersebut? dll. 

Ketika kita berbicara tentang ilmu pengetahuan, tak ada kesimpulan final terhadap sebuah jawaban. Sebuah jawaban akan melahirkan kembali pertanyaan. Begitu seterusnya sehingga kebenaran semakin teruji. Langkah selanjutnya adalah bagaimana data tersebut, sebagai suatu kebenaran, dapat membawa manfaat (implementasi).

Adanya proses berdialektika akan mengembangkan ilmu pengetahuan. Penulis sendiri meyakini di negeri ini terdapat banyak orang pandai, tetapi penulis tidak yakin mereka yang pandai, akan pandai juga menjalankan peran yang semestinya dilakukan di negeri ini.

Menjadi bijaksana lebih penting

Metode dialektika merupakan metode atau cara memahami suatu dengan melakukan dialog. Dialog berarti komunikasi dua arah, ada seseorang berbicara dan ada seseorang lain yang mendengarkan. Dalam pembicaraan yang terus menerus dan mendalam diharapkan orang dapat menyelesaikan problem yang ada. 

Sebagai contoh kasus: Seorang Gubernur mencurigai adanya kasus virus corona yang tidak masuk ke dalam angka resmi rilisan Kementerian Kesehatan karena melihat fakta bahwa angka prosesi pemakaman di daerahnya tiba-tiba meningkat drastis.

Pada 30 Maret lalu. Dalam konferensi pers, Ia menyatakan bahwa pada bulan tersebut, terjadi pemulasaran dan pemakaman dengan menggunakan prosedur tetap (Protap) COVID-19 sebanyak 283 kasus di daerahnya.

"Sejak tanggal 6 itu mulai ada kejadian pertama sampai dengan kemarin tanggal 29, itu ada 283 kasus," sebut sang Gubernur. Angka 283 ini kemudian banyak menjadi perbincangan di tingkat masyarakat maupun kalangan media [3].

"Dimakamkan menggunakan protap COVID-19" bisa saja termasuk: 1. Jenazah dengan hasil tes positif, 2. Jenazah dengan hasil tes negatif namun dimakamkan dengan protap COVID-19, 3. Jenazah dengan hasil tes yang belum keluar namun dimakamkan dengan protap COVID-19.  

Kebingungan masyarakat nampaknya muncul karena pernyataan itu disampaikan oleh sang  Gubernur secara dramatis. Banyak orang kemudian salah menangkap informasi inti, yang seharusnya: terdapat 283 pemakaman yang menggunakan Protokol COVID-19, bukan terdapat 283 kasus meninggal karena COVID-19 di Wilayah tersebut. Dua hal yang berbeda tentunya. 

Jangankan di tataran elit, sekelas mahasiswa tingkat akhir pun mampu mempertahankan argumen terkait data yang dibawanya saat sidang skripsi di hadapan sang dosen. Yang lebih penting adalah menjadi bijaksana.

Bijaksana dalam menyampaikan informasi, menerima informasi serta menyebarkan informasi. Mencoba menyelami akar permasalahan, melihat dari perspektif lain, bahu membahu untuk meleburkannya menjadi solusi bagi keselamatan bangsa.

Bersatu lawan Pandemi

Banyak pihak mengapresiasi langkah pemerintah dalam menggelontorkan stimulus senilai Rp405,1 triliun sebagai dana tambahan untuk menanggulangi COVID-19. Stimulus yang digelontorkan sudah selayaknya dimanfaatkan sebaik baiknya dan jangan sampai ada pihak-pihak yang "menyalahgunakannya". 

terlepas dari benar salahnya, tepat tidak tepatnya kebijakan yang telah dikeluarkan, semua hasilnya akan percuma apabila pandemi ini tidak dipandang sebagai satu musuh bersama.

Dukungan dari semua pihak, partisipasi seluruh masyarakat untuk mengawal pemerintah serta keikhlasan untuk menurunkan ego antar pihak agar terjadi proses dialog sangat menentukan keberhasilan bangsa ini keluar dari masalah yang juga dihadapi di belahan dunia lainnya. Dan yang terpenting, jangan sampai kita terjebak dalam bahaya akan sesat berpikir di tengah pandemi COVID-19. 

Referensi:

[1] Kementerian Kesehatan RI. https://www.covid19.go.id/situasi-virus-corona/

[2] John Pickard, Materialisme Dialektis 

[3] Di Balik Omongan Anies Soal 283 Kasus Pemakaman dengan Protap COVID", https://tirto.id/eKaP

artikel ini telah dipublish sebelumnya di laman artikulasi.id pada tanggal 25/04/2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun