Gedung Negara Sumedang memang sudah berusia ratusan tahun. Gedung itu mulai dibangun pada tahun, 1796 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten dan baru selesai pada tahun 1850 pada masa Bupati Pangeran Soeria Koesoemah Adinata (Pangeran Soegih). Bisa kebayang khan, suasana mistis ruangan-ruangan pada bangunan Belanda tersebut? Temboknya tebal, atapnya tinggi, serta ruang-ruang kamar yang luas namun sepi nan creepy.
Belum lagi, di lingkungan bangunan tersebut juga disemayamkan benda-benda pusaka warisan kerajaan Sunda kuno dan kerajaan Sumedang Larang. Di situ tersimpan mahkota Binokasih, yaitu mahkota raja terakhir kerajaan Pakuan Pajajaran (Sunda pra-Islam). Ceritanya, setelah Kerajaan Pajajaran bubar (1579), empat orang utusan bangsawan mengirimkan mahkota tersebut kepada Pangeran Angkawijaya (Prabu Geusan Ulun) selaku Nalendra Sumedang Larang (yang sudah memeluk Islam).
Pemberian mahkota emas seberat 5 kg tersebut secara simbolik merupakan legitimasi kepada Kerajaan Sumedang Larang sebagai pewaris sah kerajaan Pajajaran yang telah bercerai-berai. Mahkota tersebut masih tersimpan rapih bersama benda-benda pusaka lainnya. Dilihat dari tahunnya, umur mahkota tersebut sudah lebih dari 500 tahun.
Ada juga keris Naga Sastra milik Pangeran Kornel yang anti kolonial. Keris tersebut dikenal sebagai simbol perlawanan Kerajaan Sumedang Larang terhadap kolonial Hindia-Belanda. Saat bersalaman dengan Kolonel Dendels, dia berjabat tangan menggunakan tangan kiri sementara tangan kanannya memegang keris Naga Sastra. Sikap itu sebagai ekspresi bentuk perlawanannya terhadap kerja rodi pembangunan jalan Panarukan -- Anyer yang melewati Sumedang. Selain keris, terdapat ratusan koleksi senjata peninggalan masa lalu baik dalam bentuk pedang, kujang, tombak, dan bahkan rencong.
Mengingat usia dan koleksi benda-benda klasik yang ada di kompleks Gedung Negara, tak heran jika berkembang cerita-cerita mistis seputar lokasi, bangunan, dan benda-benda yang ada di dalamnya. Kisah tentang diganggunya seorang penyanyi kenamaan dari kamar tidur Gedung Negara hanyalah salah satunya saja.
Ziarah Dulu ke Makam Pangeran Santri
Mungkin banyak yang bertanya, kenapa orang lain yang menginap di Gedung Negara biasanya ada yang 'mendatangi' dari dunia lain, sementara Anies Baswedan malah bisa tidur nyenyak tanpa ada gangguan apapun? Anies dinyatakan "lulus"! Alih-alih mendapat gangguan dari mahluk astral, Anies malah mendapatkan sambutan luar biasa dari Bupati, jajaran birokrat, dan masyarakat kota penghasil tahu tersebut.
Rupanya sebelum sampai ke Gedung Negara, Anies sudah sowan dulu ke Kompleks Pesarean Gede,yang terletak di Kampung Pesarean, Kota Sumedang. Di kompleks tersebut dimakamkan generasi pertama pendiri kerajaan Sumedang Larang, yaitu Pengeran Santri. Juga terdapa makam Pengeran Kornel sebagaimana diceritakan secara singkat di atas. Anies Baswedan datang ziarah ke makam ditemani langsung oleh juru kunci utama yang juga keturunan langsung Pengeran.
Siapakah Pangeran Santri? Pengeran Santri adalah julukan, nama lainnya adalah Pangeran Koesoemadinata I atau Ki Gedeng Sumedang atau Maulana Solih (1530-1578). Disebut Pangeran Santri karena perilakunya yang berakhlak mulia sebagai hasil dari gemblengan pendidikannya di pesantren.
Meski bukan keturunan langsung bangsawan Sumedang Larang, Pangeran Santri dianggap sebagai peletak pertama garis kerajaan Sumedang Larang Islam. Asalnya dari Cirebon, merupakan cucu Syekh Maulana Abdurahman atau Pangeran Panjunan dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab Hadramaut. Jika ditelusur, silsilahnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
Pangeran Santri menikah dengan Nyai Ratu Pucuk Umun, yang tiada lain adalah keturunan langsung raja Sumedang kuno. Saat menikah, Ratu Pucuk Umum memang sudah memeluk Islam, sehingga keturunan selanjutnya dididik secara Islam. Dari pernikahannya dengan Pangeran Santri, Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya. Prabu Geusan Ulun inilah yang mendapat kehormatan warisan mahkota Binokasih dari Kerajaan Pajajaran pasca keruntuhannya. Sejak penyerahan mahkota tersebut, centrum peradaban Sunda otomatis juga berpindah ke Kerajaan Sumedang Larang. Jika peradaban Sunda di era Kerajaan Pajajaran masih belum Islam, di era Sumedang Larang sudah Islam.
Sampai di sini paham khan, kenapa Anies Baswedan aman-aman saja menginap salah satu kamar keramat di Gedung Negara? Jawabannya, ternyata sebelum masuk Gedung Negara, Anies telah terlebih dahulu sowan (ziarah) ke sesepuh yang menjadi pangkal pertama peradaban Sumedang Larang.