Kenapa jarak meteran tidak relevan untuk menjadi basis jalur zonasi di Jakarta?
Jarak tidak sama dengan waktu tempuh. Jarak jika diterjemahkan dengan pendekatan meteran membawa kerumitan bagi Jakarta. Di Jakarta, alih-alih menggunakan jarak meteran. Sistem zonasi membagi sekolah ke dalam zona-zona kelurahan atau irisan kelurahan yang sama atau paling dekat dengan kelurahan domisili siswa. Dengan tingkat kepadatan penduduk, hunian vertikal seperti rumah susun dan apartemen, serta infrastruktur transportasi yang lebih baik dari daerah lain membuat jarak yang didefiniskan melalui hitungan meteran tidak relevan.
Bagaimana misalnya, kita bisa menentukan anak mana yang paling dekat dengan sekolah jika ada 100 anak yang tinggal satu gedung rumah susun empat lantai dan semuanya memilih sekolah yang sama? Apakah dari lokasi lantai pintu unit? Atau dari tangga dan lift? Atau dari pintu gerbang rusun dan apartemen?Â
Bagaimana misalnya, kita bisa menentukan anak mana yang paling dekat dengan sekolah jika satu anak tinggal seratus meter dari sekolah, namun harus menempuh jalan berputar mengelilingi sungai Ciliwung dan menyeberangi jembatan dengan anak yang tinggal 500 meter dari sekolah, hanya menempuh jalan lurus menuju sekolah. Dekat dan jauh kemudian menjadi nilai yang relatif.
Oh, dan bagaimana dengan orang tua yang menitipkan anaknya pada rumah-rumah dekat sekolah dua tahun sebelum PPDB dimulai? Tinggal mengubah domisili, menitipkan pada paman bibi, atau bayar sedikit upeti.Â
Dalam beberapa kasus, bahkan membeli rumah dekat dengan sekolah-sekolah incaran. Terdengar seperti sebuah ide yang baik: produkasi - investasi properti dan edukasi. Sah-sah saja, sih! Tapi, ini sekolah negeri yang gratis dengan guru-guru yang digaji negara.
Di Jakarta, sejak 2017 --ya sudah sejak 2017 dan selama itu pula zonasi jalan tanpa masalah-- sistem zonasi ditetapkan dengan memberikan nilai jarak yang sama kepada semua peserta didik yang tinggal di satu kelurahan atau irisan kelurahan yang dekat dengan sekolah. Di jalur zonasi, anak hanya dapat memilih sekolah yang sesuai dengan zonasi domisili terdekatnya.
Jadi bukan menghapuskan jarak, melainkan meluaskan jarak meteran menjadi wilayah atau zona terbatas. Rumit? Iya, karena alih alih hanya memperhitungkan meteran, Jakarta mempertimbangkan jumlah lulusan, daya tampung dan ketersediaan fasilitas pendidikan dalam
satu zona. Tahun 2020 adalah tahun keempat.
Mengapa Usia, bukan Nilai?Â
Jakarta tidak menghilangkan nilai dari proses PPDB. Nilai digunakan dalam jalur prestasi akademik dengan kuota sebesar 25% dari kuota siswa baru di sekolah. Usia hanya digunakan dalam jalur zonasi dengan kuota sebesar 40%.Â