Sebagaimana taktik dan strategi perang Djohan Pahlawan yakni Teuku Umar dulu melawan penjajahan Belanda dengan metode Gerilyanya. Kalau tak ada ilmu maka Teuku Umar takkan menemui strateginya itu.
Terlebih itu adalah ilmu agama. Ilmu agama tentu bisa mewakili segala pengetahuan. Buktinya ada yang bisa menjadi profesor yakni Prof. H. Buya Hamka yang sama sekali tak pernah mengenyam pendidikan secara formal dan beliau mampu menduduki gelar paling tertinggi dalam jenjang pendidikan.
itulah mengapa dulu para ulama dan Tengku-tengku mendirikan sekolah walaupun dalam keadaan darurat, sebab sekolah dapat memperbaiki keadaan negeri sekalipun itu berjuang sampai mati seperti para Mujahidin terdahulu, mereka punya ilmu dan strategi yang kuat untuk mengusir bangsa penjajah baik Jepang maupun Belanda.
Namun sekarang keadaan itu hampir berubah. Dulu istilah sekolah liar dapat menjadi pembenahan kaum intelektual. Tetapi sekarang sekolah yang sudah berhamburan dimana-mana tapi jarang bisa menjadi tumpuan untuk mencerdaskan bangsa.
Karena terlalu banyak kebijakan yang saling tekan menekan. Sebut saja mengenai kenaikan kelas yang tak wajar namun dibantu dengan penggenjotan nilai raport takut kinerja guru tercoreng begitupula dengan sekolahnya.
Akibatnya di jaman sekarang ada anggapan bahwa "ngapain belajar nanti lulus juga, kan di bantu." Begitu banyak pernyataan mereka mengenai pendidikan yang mendorong kebodohan akan tetap melekat dalam dirinya.
Inilah bedanya dulu dan sekarang. Dan istilah sekolah liar masih keren bagi saya karena sistemnya benar-benar mendidik, tidak perihal imbalan tetapi tentang begitu besar harapan untuk masa depan melalui jasa mencerdaskan kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H