Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih dari sepertiga wilayahnya merupakan wilayah perairan. Alur distribusi barang di Indonesia didominasi oleh distribusi melalui jalur perairan. Infrastruktur penunjang alur distribusi melalui jalur perairan tersebut antara lain adalah pelabuhan, kapal angkut, dan jembatan. Perbedaan lokasi sentra produksi dan sentra konsumsi antar pulau di Indonesia menjadi dasar atas transportasi jalur perairan terutama jalur laut.
Komoditas peternakan merupakan salah satu komoditas yang perlu disoroti terutama karena berkaitan dengan aspek pangan dan pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Berbagai permasalahan terjadi berkaitan dengan distribusi komoditas peternakan seperti masalah efisiensi dalam pengadaan komoditas peternakan karena keterbatasan sumber daya di masing masing pulau atau daerah, keterbatasan moda transportasi laut, tingginya harga komoditas peternakan lokal Indonesia dibandingkan dengan produk impor, rendahnya daya saing komoditas peternakan lokal dibandingkan dengan komoditas peternakan yang berasal dari luar negeri.Â
Masalah keterbatasan moda transportasi laut menjadi alasan kuat diperlukannya transportasi antarpulau dengan melalui jalur perairan karena pulau di Indonesia terpisah oleh lautan. Masalah lain yaitu tingginya harga ternak dibandingkan dengan produk impor dan rendahnya daya saing  menyebabkan komoditas ternak impor lebih dipilih untuk memenuhi kebutuhan akan produk peternakan dalam memenuhi asupan protein hewani dibandingkan dengan produk peternakan lokal.Â
Dampak yang ditimbulkan dari adanya peristiwa ini adalah menyebabkan lesunya permintaan akan komoditas peternakan di daerah sentra produksi, penurunan harga komoditas peternakan akibat rendahnya permintaan dan menyebabkan kerugian bagi peternak di sentra produksi peternakan.
Salah satu komoditas peternakan yang dapat berkembang dengan baik di Indonesia adalah sapi potong lokal terutama yang berasal dari daerah Nusa Tenggara. Sapi potong lokal yang memiliki kontribusi besar dalam pasokan daging sapi di Indonesia adalah sapi Bali, Peranakan Ongole, dan sapi persilangan seperti Limpo, Simpo, dan Brahman Cross.Â
Kondisi alur distribusi sapi lokal tersebut masih terkendala oleh keterbatasan moda transportasi dan fasilitas yang ada. Biaya dan waktu yang dikeluarkan menjadi tidak efektif akibat keterbatasan ini. Skala peternakan yang masih kecil pada tingkat peternak rakyat menjadi permasalahan lain karena pengepul harus berkeliling untuk mendapatkan jumlah sapi yang cukup.
Alur distribusi dari Nusa Tenggara merupakan distribusi dengan tipe multimoda (darat dan laut) yang menyebabkan harga distribusi menjadi tinggi dan berimbas pada kenaikan biaya produksi dan harga ternak serta harga karkas hingga daging. Pemilihan multimoda pada alur distribusi di Bali dan Nusa Tenggara mempertimbangkan jarak yang jauh dari konsumen di Pulau Jawa dan Sumatera.Â
Jarak yang jauh menyebabkan tingginya biaya distribusi. Transportasi pengangkutan yang  jauh dapat menyebabkan risiko penyusutan berat badan hingga 10%. Risiko lain yang dapat muncul adalah kesakitan dan ketakutan pada ternak, kembung lambung, dan dehidrasi.
Pengangkutan yang baik diperlukan untuk mengurangi risiko yang ada. Pengangkutan yang baik memerlukan berbagai infrastruktur yang baik pula seperti pelabuhan, jembatan, jalan, hingga jenis alat angkut terutama kapal laut dan mobil pengangkut.Â
Pembangunan infrastruktur yang baik memerlukan peran dari pemerintah. Pemerintah berperan dalam membangun infrastruktur yang menjamin efisiensi dari pengangkutan tersebut baik secara ekonomi maupun animal welfare ternak yang diangkut.
Integrasi pelayanan dan infrastruktur yang baik mulai dari proses pengangkutan ditingkat peternak rakyat dengan skala kecil sampai distribusi ke konsumen. Pengangkutan atau distribusi harus mampu memberikan keuntungan yang optimal dan menjamin kesejahreraan hewan. Pengangkutan di tingkat peternak harus memberikan keadilan ekonomi kepada peternak yaitu dengan membeli ternak sesuai dengan harga pokok produksi di tingkat peternak rakyar.Â