[caption caption="Menepati janji"][/caption]
"Lihat, ini semua karena ulahmu. Kau sebut dirimu laki-laki? Apa kau tidak malu?", Dina berusaha menjaga ucapannya.
Rino hanya terpaku tak bicara. Kepalanya masih saja tertunduk lesu sembari tangannya menggenggam bunga itu dengan erat. Sesekali dia menghela nafas dan mencuri-curi pandang melihat ke arah Dina.
"Semua sudah terlambat. Kau tak seharusnya datang ke sini. Kau mengacaukan semuanya."
Rino sadar menjawab segala muntahan emosi Dina yang keluar bukanlah keputusan yang tepat. Lirikan matanya yang sesekali melihat ke arah Dina juga bukan untuk memohon dikasihani.
Rino sangat mengagumi Dina. Meskipun dalam keadaan marah, baginya Dina masih terlihat sangat cantik. Keanggunannya masih tergambar jelas, ditambah lagi sorot cahaya bulan yang sedang bersahabat, menerpa rambut hitam lurus nan indah milik Dina. Dengan malu-malu cahaya itu juga menyentuh bibir tipisnya yang masih saja komat-kamit.
Meski terpaku, sebetulnya Rino tidak begitu peduli pada luapan emosi Dina yang meledak-ledak itu. Rino sudah siap dimarahi dan bersedia menerima muntab yang keluar dari mulut Dina. Hanya dengan begitu Rino bisa sedikit lama berada di dekat Dina, memandangi matanya yang indah dari jarak satu meter. Ya, kurang lebih satu meter.
"Pergilah!", Dina memalingkan muka seakan ingin muntah.
"Baik.", jawab Rino datar.
Sebenarnya Rino enggan untuk pergi. Hatinya masih sanggup menerima rentetan amarah yang diluapkan Dina kepadanya.
Sejurus kemudian Rino pun melangkah pelan pergi menjauhi Dina. Bunga yang dibawanya itu semakin digenggamnya erat. Tak kuasa Rino melawan rasa rindu. Rino hanya ingin Dina memaklumi perasaannya meski hanya sekilas lalu pergi terbawa angin laut.
Rino semakin jauh melangkah pergi dan tak berani melihat ke belakang. Pikirannya berandai-andai kalau saja tiba-tiba Dina memanggilnya, lalu mengejarnya, dan memeluknya dari belakang. Ah, omong kosong, hati kecilnya bergumam.
Dilihatnya sekumpulan anak muda berfoto di dermaga itu, tertawa riang, dan tak peduli dengan kenyataan pahit yang sedang dirasakan Rino. Ya, kenyataan pahit. Hari ini dia berhasil memenuhi sedikit hasrat kecilnya untuk berada dekat dengan Dina, namun dia juga berhasil membuat Dina melemparkan bom atom tepat ke dasar hatinya. Tanpa disadari, Rino sudah berjalan hingga ke ujung Dermaga. Rino melewati jalan buntu. (bersambung...)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H