Mohon tunggu...
Tulus Barker Naibaho
Tulus Barker Naibaho Mohon Tunggu... Keliling Indonesia -

Traveller. Bercita-cita menjadi penulis dan menetap di London. IG @tulus182 youtube.com/tuluss182

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Toleransi dan Menghormati Sebuah Keputusan

23 Juni 2015   05:48 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:40 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir tahun selalu menjadi hari-hari yang sibuk bagi mayoritas masyarakat di Indonesia. Setelah nantinya bulan suci Ramadhan berlalu, Natal dan Tahun baru datang menyambung. Harga-harga kebutuhan pokok juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan, namun itu juga menjadi bagian yang tak bisa hilang dan terkadang tanpa disadari menjadi warna tersendiri yang melengkapi keberagaman dan kemajemukan bangsa ini. Namun saya tak sedang membahas tentang gejolak ekonomi saat ini. Saya ingin sedikit bercerita dan berbagi pengalaman saya soal toleransi dan menghormati.

Baru-baru ini kita dikejutkan oleh kesaksian dari aktor Lukman Sardi yang berpindah keyakinan. Mayoritas orang yang mengetahui hal tersebut lantas mengeluarkan banyak sekali komentar miring, namun tidak sedikit yang menyambut keputusannya, tentunya dari golongan minoritas itu sendiri. 
Jauh sebelum Lukman Sardi mengutarakan kejujurannya, taak sedikit kalangan artis, baik dalam negeri maupun luar negeri berpindah keyakinan.

Hal yang wajar sebetulnya, ketika seseorang menemukan pencerahan dan hidayah, dia tidak akan bisa berpaling sekalipun seluruh orang di dunia memusuhinya, karena toh keyakinan dan keputusan yang diambil mutlak menjadi urusan dia dengan Tuhan. Tapi kebanyakan komentar di media sosial tak begitu cerdas dalam berkomentas, bahkab seakan-akan menjadi orang yang paling suci di dunia ini.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kita tak cukup cerdas dalam mengaplikasikan bagaimana cara bertoleransi yang benar. Hanya karna seseorang yang kita kenal memilih jalan hidupnya, media sosial jadi bak ring tinju dan medan perang antar agama. Kita jadi menghujat, menjelek-jelekkan, menghina dan merendahkan, bahkan menghakimi. Bahkan seorang Farhat Abbas pun berkomentar layaknya anak kecil. 
Kita seakan lupa bagaimana menghormati keputusan seseorang, seperti kita menghormati keputusan menantu presiden berpindah keyakinan demi menikahi anak presiden.

Suatu ketika, di Bogor, saya bertemu dengan orang Solo yang hidup dalam keberagaman, baik dari segi agama maupun suku dalam keluarganya. Begitu pula hal yang saya jumpai di banyak keluarga di Jogja. Toleransi dan menghormai adalah kunci mereka hidup dalam perbedaan. Itulah kenapa Jogja sangat terkenal dalam hal bertoleransi dan hidup berdampingan.

Ada hal yang harus lebih kita kritisi ketimbang Lukman Sardi, atau siapa lah itu, demi menjaga toleransi. Penutupan rumah ibadah, intimidasi kelompok tertentu terhadap kaum minoritas, yang menjadi PR pemerintahan Jokowi yang masih dibiarkan tertutup debu di dalam tas lusuh yang digantung dibalik pintu yang bernama toleransi.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun