Fenomena ini juga diperburuk dengan adanya budaya instant gratification (kepuasan instan) yang sering kali ada di dunia digital. Dalam hubungan yang terjadi secara online, banyak orang mengharapkan segala sesuatunya terjadi dengan cepat. Ketika komunikasi terputus tanpa penjelasan, rasa kecewa dan cemas menjadi lebih intens. Tanpa adanya closure atau penyelesaian, individu yang mengalami ghosting sering kali merasa kesulitan untuk melanjutkan hidup mereka dan memproses perasaan yang muncul.
3. Mekanisme Psikologis dalam Ghosting
Ghosting menimbulkan ketidakpastian yang besar bagi korban, dan ketidakpastian ini sangat memengaruhi psikologi mereka. Salah satu reaksi psikologis yang muncul adalah stres emosional. Ketika seseorang dihantam dengan ketidakjelasan dalam hubungan, pikiran mereka akan dipenuhi dengan berbagai spekulasi tentang apa yang salah. Hal ini menyebabkan stres yang terus-menerus, karena mereka tidak dapat mencari penutupan atau kejelasan.
Selain stres, ghosting dapat memicu perasaan frustasi yang berkelanjutan. Sebagaimana dijelaskan dalam penelitian oleh Wang dan Lee (2019), individu yang mengalami ghosting sering kali merasa seperti korban dari ketidakadilan emosional. Mereka merasa bahwa mereka telah memberi banyak dalam hubungan tersebut, namun tidak mendapatkan apapun sebagai balasannya. Perasaan ini dapat mempengaruhi persepsi mereka terhadap hubungan sosial di masa depan, membuat mereka lebih berhati-hati dan cemas dalam membangun hubungan baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H