Mohon tunggu...
Yunir Tulong
Yunir Tulong Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Geologi, Universitas Negeri Gorontalo

Menulis Sebagai Terapi, Membaca Sebagai Petualangan, dan Mengekplorasi Kreativitas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

ARE YOU HAPPY? Bagaimana Psikologi Memandang Kebahagiaan

20 Desember 2024   17:42 Diperbarui: 20 Desember 2024   17:42 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut A. Carr (dalam Aulia dkk, 2017), kebahagiaan adalah kondisi psikologi dalam bentuk positif yang di tandai dengan keputusan terhadap masa lalu, emosi positif yang tinggi, dan rendahnya tingkat emosi negatif. kebahagiaan merupakan keadaan yang di mana individu berada pada lingkungan positif ( perasaan positif) dan mencapai suatu kebahagiaan autentik

Kebahagian merupakan istilah yang sulit untuk didefinisikan, terlebih lagi bila dijelaskan secara fisik. Apa yang dipahami oleh para tokoh perihal kebahagiaan sering kali berbeda terkait dengan perbedaan keadaan diri, kebutuhan atau perkembangannya. Kebahagiaan hampir sama kasusnya seperti kebenaran, dimana  hasilnya selalu relatif. Menurut Seligmen (dalam Aulia dkk 2017), menjelaskan bahwa kebahagian adalah konsep yang mengacu pada energi positif yang dirasakan oleh  suatu individu serta kegiatan positif yang tidak memiliki unsur perasaan sama sekali. Seligmen mengungkapkan bahwa individu dapat dikatakan mendapatkan  kebahagiaan yang sejati ketika individu tersebut dapat mengidentifikasi serta mengasah kekuatan dasar yang dimilikinya dan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kebahagiaan merupakan salah satu perkembangan yang baru pada bidang  ekonomi. Menurut Frey dalam Gde bagus Brahma Putra (2019), menjelaskan bahwa kebahagiaan menjadi salah satu masalah serta kebutuhan yang penting dalam kehidupan. Pencapaian kebahagiaan menjadi determinan yang penting dalam perilaku manusia. Oleh karena itu, perlunya ilmu ekonomi berbicara banyak perihal kebahagiaan suatu individu.

Menurut (Bagus Brahma Putra and Sudibia 2018), gagasan bahwa kebahagiaan merupakan pusat dari kehidupan telah ada sejak zaman dahulu. Buah pikiran tersebut datang dari filsuf Yunani Aristippus pada abad ke-4 SM berpendapat bahwa tujuan hidup adalah untuk memaksimalkan totalitas kesenangan seseorang. Sejak saat itu, kebahagian menjadi konsep yang diperdebatkan dalam bidang psikologi dan lebih dari itu kebahagiaan juga mulai bergerak masuk ke ranah ilmu politik dan ilmu ekonomi. Jika mengoptimalkan kebahagiaan merupakan poin dalam kehidupan seseorang, sudah seharusnya sistem pemerintahan dan ekonomi perlu memaksimalkan kebahagian masyarakat secara agregat. Kondisi tersebut merupakan bentuk murni dari doktrin utilitarianisme yang diperkenalkan oleh Jeremy Bentham (1748 – 1832).

Al-Qur’an di dalamnya terdapat berbagai macam petunjuk baik yang berkaitan dengan  teologi,  hukum,  sosial,  bahkan  yang  bersifat  pribadi  (psikis),  salah  satunya adalah   tentang {(kebahagiaan).   Dalam   petunjuk-petunjuk   al-Qur’an  itu merupakan problem  solving bagi  berbagai  permasalahan  kehidupan  manusia,  salah satunyaproblem solvingdalam masalah kebahagiaan manusia khususnya umat Islam. Agar  kebahagiaan  dapat  dicapai  oleh  manusia  maka  dalam  tulisan  ini  akan dibahas  konsep  kebahagiaan  perspektif  psikologi  dan  al-Qur’an serta korelasi antara keduanya .Konsep Kebahagiaan Perspektif  Psikologi Lazarus  mendefinisikan  kebahagian  dengan  sangat  menarik,  yaitu  sebagai  cara membuat langkah-langkah progres yang masuk akal untuk merealisasikan suatu tujuan. Dengan  definisi  tersebut  di  atas  maka  manusia  dituntut  untuk  lebih proaktif  dalam mencari   dan   memperoleh   kebahagiaan.   Definisi   yang   dikemukakan   oleh   Lazarus tersebut  menempatkan  kebahagiaan  yang  selama  ini  dipandang  sebagai  aspek  afektif belaka  untuk  masuk  dan  berada  dalam  ruang  logika  dan  kognitif  manusia  sehingga dapat direalisasikan dengan langkah yang jelas. Secara lebih lanjut, Lazarus juga mengatakan bahwa kebahagiaan mewakili suatu bentuk  interaksi  antara  manusia  dengan  lingkungan. Dalam  hal  ini,  manusia  bisa  saja bahagia sendiri dan bahagia untuk dirinya sendiri, tetapi di sisi lain ia juga bisa bahagia karena  orang  lain dan  untuk  orang lain.  Hal  ini  sekaligus  memberikan  kenyataan  lain bahwa kebahagiaan tidak bersifat egoistis melainkan dapat dibagi kepada orang lain dan lingkungan sekitar. Siapa  yang  tidak  ingin  bahagia?  Richards  pernah  melakukan  penelitian  dimana tujuan hidup tertinggi yang diinginkan manusia adalah menjadi kaya dan bahagia. Tentu saja  hal  tersebut  banyak  benarnya.  Kebahagiaan  memiliki  sumbangsih  yang  besar  agar hidup terasa lebih bermakna. Kaya dan memiliki banyak uang tentu masalah lain karena menjadi kaya belum tentu merasa bahagia. R.E. Franken, Human Motivation, (Belmont: Wadsworth), (2002) Psychology and Personal Growth, (Boston: Allyn and Bacon,

Kebahagiaan  sesungguhnya  merupakan  hasil  penilaian  terhadap  diri  dan  hidup  yang memuat   emosi   positif,   seperti   kenyamanan   dan   kegembiraan   yang   meluap-luap, maupun   aktivitas   positif   yang   tidak   memenuhi   komponen   emosi   apapun,   seperti absorbsi dan keterlibatan.Seligman mengatakan ada tiga cara untuk bahagia: Pertama, Have a Pleasant Life (Life of Enjoyment):  Memiliki  hidup  yang  menyenangkan,  mendapatkan  kenikmatan sebanyak mungkin. Hal ini mungkin cara yang ditempuh oleh kaum hedonis. Tapi pada takaran  yang pas, cara ini bisa sangat membahagiakan. Kedua, Have a Good Life (Life of   Engagement):   Dalam   bahasa   Aristoteles   disebut eudaimonia.   Terlibat   dalam pekerjaan,  hubungan  atau  kegiatan  yang  positif  hingga  timbul  perasaan flow (focused, concentrated).   Merasa   terserap   dalam   kegiatan   itu,   seakan-akan   waktu   berhenti bergerak,  bahkan  sampai  tidak  merasakan  apapun,  karena  sangat  menikmati  kegiatan itu.  Fenomena  ini  diteliti  secara  khusus  oleh  rekan  Seligman, Mihaly  Csikzentmihalyi. Ketiga, Have A  Meaningfull  Life (Life of Contribution):  Memiliki  semangat  melayani, berkontribusi  dan  bermanfaat  untuk  orang lain  atau  makhluk  lain.  Menjadi  bagian  dari organisasi  atau  kelompok,  tradisi  atau  gerakan  tertentu.  Merasa  hidup  memiliki  makna yang lebih tinggi dan lebih abadi dibanding diri kita sendiri.Tiga  hal  inilah  yg  menjadi  fokus  kajian positive  psycology yaitu  bagaimana memiliki hidup  yang bermakna, pekerjaan  yang  membuat flow(focused, concentrated) 5Martin Seligman, Authentic Happines: Using The New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fulfi Ilment,Terj. Eva Yulia Nukman, (Bandung : PT. Mizan Pustaka, 2005), dan  aktivitas  yang  dinikmati.  Dalam  istilah  peloporpositive  psychologydi  Monash University,  Dianne  A  Vella-Brodrick: Bake  a  Cake  (life  of  engagement  =  flow),  Eat  a Cake (life of enjoyment) or Give a Cake (life of contribution). untuk  mendapatkan  kebahagiaan  seseorang  harus  memulai  langkah  awal  dengan sesuatu   yang   dinamakan   cinta.   Berilah   cinta,   karena   cinta   adalah   suatu   bentuk penghargaan  yang  memperkuat  intensitas  hubungan  sosial  dengan  sahabat,  keluarga, pasangan   dan   bahkan   teman   kerja   sehingga   akan   mempermudah   mendapatkan kebahagiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun