Setiap proyek kira-kira terdapat 3 sampai 5 buah rumahmodel yang berloteng.
Kami semua turun dari mobil. Kebetulan saya yang paling muda. Sisanya adalah seorang nenek tua berumur hampir 70 tahun yang hanya diberi tugas mengelap. Lalu 2 orang ibu yang senantiasa mengepulkan asap rokok setiap satu rumah selesai dibersihkan.
Ternyata, selama bekerja mereka terus mengumpat Mrs Patterson karena tidak puas akan gaji dan jam pekerjaan.
Sementara saya seorang gadis dusun dari salah satu negara termiskin dan kelaparan yang amat bersyukur. Tuhan memelihara saya dan saya masih bisa beli beras hasil dari pekerjaan ini. waduh, rumah-rumahnya asiek banget, bagus, lapang, dan perabotannya...wow membuat saya jadi ngimpi.
Sambil mengelap meja marmer yang permukaannya sejuk saya hanya bisa bersenandung lagunya si Oppie "Andai A..a...a....aku jadi orang kaya...!"
Sejenak menghayalkan abah dan ambu yang duduk sambil ngopi dan makan pisang
goreng di sofa berbulu macan yang empuk dihadapan saya. Eleuh- eleuh....ajip euy!
Ada beberapa rumah tinggal pula yang kami bersihkan. Diantaranya adalah rumah dan beberapa trailer yang dibikin kantor, rumah seorang nenek tua, dan rumah sebuah keluarga yang lemarinya penuh pajangan pecah belah,yang kalau dibersihkan membuat jantung mau copot lantaran takut pecah.
Setiap 2 minggu kami datang membersihkan rumah-rumah tersebut.
Letaknya berjauhan. Ya mengelap debu perabotan, membersihkan tungku dan lemari dapur, membersihkan kamar tidur,memasang seprai baru, mengosrek kamar mandi dan wc. Terakhir menyedot debu karpet dengan vacuum cleaner. Saya sering kebagian tugas mengangkat mesin vacuum cleaner yang cukup berat. Maklum, anak baru, digojlok.
Selain itu membersihkan tiap anak tangga yang dilapisi karpet, dengan mesin tersebut satu demi satu berjalan turun mundur sambil membersihkan. Sempat saya hampir teguling karena hilang keseimbangan.
Yang tercapek ialah membersihkan kamar mandi yang kotor. Dimana-mana banyak bekas-bekas sabun atau kotoran yang mengeras, termasuk kotoran gigi yang menempel di kaca wastafel.
Elaine, rekan kerja saya yang sudah nenek-nenek itu mengomel.
"Idiih, ini jigong!....Najissssss" umpatnya dengan suara serak- sambil mengorek-ngorek kaca itu dengan alat lancip untuk membersihkan permukaan kaca.
"Dasar jorok! Habis flossing masa kacanya ditinggalkan kaya gini!"
Saya ngakak setengah mati mendengarkan gerutuannya...
" Kan untuk itulah mereka menelfon kita, Elaine" kata saya sambil nyengir.
Si Elaine manyun.
Ngebersihin bath tub juga memakan waktu cukup lama dan kalau sudah selesai harus benar-benar bersih, kering, mengkilap. Lutut musti diganjel bantalan kalo lagi bersimpuh di lantai, karena bisa langsung encok waktu berdiri! belum lagi bulu kucing atau anjing piaraan tuan rumah yang suka nempel dimana-mana...dan berbagai macam bulu lainnya.
Sesudah mengelap kaca, si Steve sebagai supervisor akan mengecek dari berbagai sudut, apa si kaca benar-benar sudah bersih atau belum karena bersih diliat dari depan, belom tentu bersih diliat dari samping. Bener aja! saya kudu ngulang ngelap sampe berkali-kali sampai betul2 KONCLONG kiri kanan ga berminyak atau ber'moist'
Pengalaman di lain waktu ialah ketika kami harus pergi ke proyek perumahan yang masih
baru saja selesai dibangun untuk membersihkan debu. Dapat dibayangkan seberapa tebal debu semennya yang harus dibersihkan. Bau cat nya masih keras. Kami masuk ke rumah tersebut untuk menyapu debu konstruksi.
Jam pekerjaan bisa ditambah bila kami bersedia menyapu di daerah konstruksi.Begitu sapu mulai menari-nari, seisi ruangan tertutup dengan debu. Saya tidak bisa melihat apa-apa, hanya bisa melihat sapu yang saya pegang mengais-ngais debu di lantai yang saya injak.
Satu hari Mrs. Patterson juga muncul turun tangan menyapu bersama kami. Beliau seorang wanita pekerja keras yang cukup lihai untuk mempromosikan bisnis cleaning servicenya.
"Thank you my dear!" ujarnya puas ketika kami selesai menyapu rumah tersebut.
Beberapa lama kemudian muncullah kami 5 orang pembersih keluar dengan rambut dan wajah yang tertutup tebal tepung semen sambil membawa sapu kotor dan berlapis tripleks yang akan dibuang. Getir dan kangennya saya ngebayangin Mang Sueb yang suka ngebetulin rumah Abah di kampung.
Pernah kami satu team kudu ngebersihin sebuah rumah yang gede bangett, letaknya dipinggir pantai di Northshore. Tapi, alamak, jauh amatt perjalanannya, memakan waktu 2 jam. Keenakan ngeliatin pemandangan dari jendela mobil, akhirnya saya ketiduran. ternyata pas saya bangun belum sampe juga. Ibu-ibu yang lain juga lagi ketiduran nyelangap mulutnya. Dan ternyata si Steve, yang lagi nyetir juga udah mulain terkantuk-kantuk sampe mobilnya ngecot kiri kanan. Wahhhhhhhhhhhhh gawatttt...
Pada bangun semua deh waktu si Ibu Dorothy tereak, "Steve udah sini saya aja yang nyetir!!" hahaha...
Begitulah suka duka kehidupan cleaning service rumah di Hawaii. Ternyata perut
keroncongan seorang pelamar yang memang kelaparan kala interview ini membawa berkah. Pulang ke rumah, hati bahagia karena pekerjaan hari itu telah selesai. Biasanya badan pegal-pegal bagai dihantam palu godam!
Namun seberat apapun pekerjaan, saya baru merasa betapa berartinya
hidup bekerja itu. Ketika hari gajian datang, hari itu bagaikan surga, walaupun pas-pasan
untuk membayar sewa kamar, makanan dan rekening lain. Boro-boro ngirim ke Abah dan ambu. Saya harus menabung sedikit demi sedikit. Tapi yang terutama, saya bahagia bisa memulai kehidupan di negeri Paman Sam ini dengan menjadi seorang tukang bersih-bersih yang gajinya pas-pasan; dan suka dukanya seperti apa sih jadi klining serpis disini. Pengalaman yang amat berharga!
Disamping jadi ngerti cara bersih-bersih orang disini, yang lain tak kalah pentingnya: hidup lebih pasrah dan berharap pada Gusti Allah...yang ternyata selalu menolong tepat pada waktunya!