*Isi tulisan ini ada di Tabloid Inisiator.
Sengaja saya posting disini, mengingat beberapa hari lalu, saat gundah melanda. Di kondisi seperti itu pula Allah mengingatkan saya melalui seorang Abah (panggilan akrab dari dokter spesialis mata, dokter Prayitno) yang baru saya kenal di sore itu juga (12/05/2016). Astagfirullah, saat ada niatan untuk tidak menghadiri majelis ilmu karena “ketidakenakan” terhadap seseorang. Hal demikian sirna tatkala Abah bilang, “Ingatlah, nyari ilmu untuk ibadah sama Allah. Bukan karena manusia.”
Maka, bismillah… Malamnya saya datang ke masjid mau setor, eh tapi ustadz nya bilang harus setor ke rumah beliau. Akhirnya saya mengurungkan niat untuk setor karena keburu ada janji dengan yang lain. Lalu, pagi harinya saya datang ke majelis ilmu. “Saya kesini buat belajar karena Allah. Ta’awudz dulu lah. Dan bismillah.”
Yaps, kalau malas buka e-tabloidnya, bisa baca di bawah ini.
Mencari ilmu tidak terbatas pada usia, pada anak-anak, remaja, dewasa bahkan manusia lanjut usia (manula). Pun tidak menolak dari kalangan perempuan maupun laki-laki. Dari yang hanya lulusan SD, SMP, SMA hingga profesor juga sangat membutuhkan ilmu dan diwajibkan untuk mencarinya. Hadits riwayat Ibnu Majah menukil bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim.”
Statement “mencari ilmu adalah wajib bagi laki-laki dan perempuan” merupakan seruan untuk selalu mencari ilmu dalam kondisi dan situasi apapun. Lantas, ilmu apa saja yang patut kita cari? Sebagian terfokus kepada ilmu dunia, sebagian yang lain terfokus kepada ilmu agama, adapula yang memadukan keduanya demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Ilmu mendasar yang harusnya dipunyai oleh seorang muslim adalah ilmu tentang Islam itu sendiri. Ilmu agama yakni Islam menjadi landasan dari setiap langkah seorang mukmin. Ketika usia dewasa dan remaja belum paham tentang ilmu bersuci, maka itu menjadi wajib untuk dipelajari meski titel S3 telah disandangnya. Karena itulah yang membedakan dengan golongan bukan mukmin.
Adapun bagi seorang anak, orangtualah yang berperan penting dalam mengarahkan mereka menjadi muslim dan muslimah yang paham akan ilmu agama. Sampai pada saatnya, merekalah pembaharu-pembaharu perbaikan ummat dengan kualitas agama yang mantap dan pengetahuan agama yang luas.
Kastini S Kaspan, Motivator Cantik Mulia mengungkapkan bahwa, “Ilmu itu tidak memandang usia. Karena dengan ilmu, seorang akan tetap berpikir. Itu artinya, otak mereka masih berfungsi.”
Mengapa ilmu erat kaitannya dengan otak? Seperti kisah Rasulullah ketika masih dalam pengasuhan paman dan kakeknya, beliau adalah seorang pengembala domba. Dengan mengembala, Rasulullah dapat melihat fenomena alam, hubungan sosial dan diplomasi sehingga setiap saat, Rasulullah selalu memikirkan bagaimana kemashlahatan ummat dapat terbentuk.
Potret orang-orang yang selalu menggunakan otaknya untuk berpikir (mencari ilmu) umumnya memiliki tingkat kesehatan yang lebih baik daripada orang-orang pensiunan yang notabene mereka tidak lagi menggunakan otaknya untuk berpikir. Efek dari otak mereka yang telah pensiun dan tidak digunakannya lagi untuk berpikir karena kehidupan yang serba dilayani mengakibatkan otak mereka melemah hingga mereka rentan akan penyakit. Begitulah pentingnya berpikir untuk menjaga keseimbangan tubuh.