Mohon tunggu...
Milenia Ferlihanisa
Milenia Ferlihanisa Mohon Tunggu... Freelancer - Staff Advokasi dan Gerakan Politik, Himapol Indonesia Kordinasi Wilayah III. Ketua Biro Kajian dan Politik Strategis Himapol UMJ

Suka baca, ngopi dan masak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gerakan Perempuan dan Lingkungan

18 Februari 2023   11:10 Diperbarui: 18 Februari 2023   11:13 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah kritik untuk kedaulatan lingkungan dan pangan

Oleh: Milenia Ferlihanisa

Identitas gerakan perempuan lingkungan harus menjadi pelopor gerakan di luar isu arus utama, Gerakan perempuan lingkungan dari berbagai daerah di Indonesia sudah memperlihatkan interkoneksitasnya dengan isu gerakan arus utama ( mainstream ) Sebab, gerakan lingkungan selalu mempunyai keterkaitan dengan isu kesehatan, pendidikan, kemiskinan, ketidakadilan akses publik yang dialami perempuan, perdagangan anak, perkawinan anak juga kematian ibu dan bayi. Salah satu identitas gerakan perempuan dan lingkungan adalah bersebrangan dengan negara.

Gerakan perempuan untuk isu lingkungan menunjukan fenomena yang berbeda dari identitas gerakan perempuan urban di abad ke-20, yang ditemukan Blackburn (2010) Rumusan kerusakan lingkungan dan penjarahan sumber daya alam diibaratkan sebagai ketubuhan yang saling terkoneksi. Kehancuran, eksploitasi, dan bencana alam adalah ancaman bagi tubuh perempuan. 

Melalui gerakan lingkungan, perempuan berhasil merumuskan pembebasan tubuh dan spiritnya secara komprehensif dan pembebasan itu melintasi batas negara dan korporasi. Isu lingkungan ini termasuk isu yang penting setelah isu nasionalisme. Pergerakan isu lingkungan adalah pergerakan yang muncul pasca kemerdekaan.

Sedikit berbeda dari isu poligami, perkawinan anak, perdagangan perempuan, Pendidikan perempuan, Kesehatan dan isu hak politik yang telah menjadi perjuangan pamjang gerakan pasca kemerdekaan. Konteks yang pada akhirnya melatarbelakangi  gerakan perempuan adalah isu sosial yang disebabkan agresi korporasi global di era pascakolonial. 

Pemiskinan kawasan yang rentan rusak dan tata kelola sumber daya alam yang eksploitatif, operasi ekstraksi oleh korporasi mulitnasional bukan hanya mengancam kekayaan mineral dan kerusakan lingkungan saja, kegiatan ekstraksi juga menimbulkan gegar pangan lokal yang membuat sumber bahan pangan lokal menjadi terancam punah keberadaannya.

Terlepas dari itu semua, dampak yang ditimbulkan dari operasi ekstaraksi tambang sangat berbahaya. Disinilah titik konflik kepentingan antara aktivitas tambang yang agresif dan kerentanan sumber daya alam. Kerusakan lingkungan akibat ekstraksi tambang yang dilakukan oleh korporasi  menjadi inti dari kemunduran kedaulatan pangan yang dalam hal ini sangat terkait dengan perempuan. 

Mungkin sampai sini akan timbul pertanyaan, " mengapa kerentanan lingkungan berpengaruh pada kedaulatan pangan lokal dan merupakan isu penting dalam gerakan perempuan?" Bersamaan dengan kerusakan lahan pertanian akibat eksploitasi tambang dan kerusakan lingkungan lainnya yang disebabkan korporasi, ada pergeseran bahan baku pangan.

Kemerosotan bahan pangan lokal bisa memberikan peluang bagi pangan lain masuk mengisi " kekosongan " pasar dan permintan lokal. Keluarga yang dulunya mengkonsumsi swadaya pangan lokal menjadi beralih dan tergantung pada pasokan bahan pangan 'pendatang '. Selain kedaulatan pangan bisa terancam oleh invasi pangan non lokal tadi, juga merembet pada sector ekonomi masyrakat lokal yang hidup dari hasil pertanian sekitar. Perempuan adalah agen penting dalam merespon pertanyaan seperti di atas. 

Bicara soal konstruksi sosial, perempuan diposisikan memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan dan mengurus makanan keluarga. Pemenuhan itu bukan hanya menyedikan makanan atau tidak, pemenuhan itu juga mencakup kultur pangan. Penyusutan bahan pangan dan air akibat polusi zat beracun, mengubah cara hidup seluruh keluarga masyarakat lokal dan mengganggu perekonomian. 

Secara tradisional kedaulatan pangan pada dasarnya didominasi oleh perempuan. Berbeda dari gerakan lainnya, gerakan perempuan memiliki insipirasi perubahan social dengan arah tertentu. Melalui banyak strategi, gerakan perempuan punya agenda rekonstruksi keadilan gender.

Seperti yang sudah kita semua ketahui, tujuan besar daripada gerakan sosial adalah menciptakan perubahan kelembagaan dan kebijakan negara. Gerakan sosial bersinggungan erat dengan sistem representasi politik, dan berkontribusi terhadap kemampuan partai politik agar melakukan perubahan keputusan publik. Gerakan social merupakan elaborasi antara peluang politik, struktur gerakan dan budaya. 

Munculnya gerakan keperempuanan ini tidak terlepas dengan diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan, bukan hanya itu, Diskriminasi yang dilakukan oleh negara, individu atau bahkan komunitas ini bersifat sistematis. Oleh karena itu, gerakan ini muncul sebagai agensi kelompok yang menolak subordinasi dan tekanan yang dimanifestasikan melalui aksi kolektif terhadap budaya, politik dan juga Individu.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh perempuan adalah dengan merespon situasi diskriminasi melalui aksi kolektif perempuan akar rumput, sebagai upaya pemberdayaan dalam menghadapi diskriminasi terhadap perempuan. Aksi kolektif perempuan bukanlah sebuah hal yang baru di Indonesia khususnya. Sejak abad ke-20 praktik ini sudah meluas dan terjadi di berbagai negara juga daerah.

Gerakan perempuan di Indonesa saat ini telah menginjak usia lebih dari satu abad. Mulai dari masa kolonial Belanda hingga kini 24 tahun pascareformasi. Hal ini juga didukung oleh Inpres No.9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan Gender dalam pembangunan Nasional. Situasi ini memberikan kesempatan bagi gerakan perempuan untuk melakukan advokasi menyoal kebijakan publik yang sebagian besarnya mengatur peran perempuan juga ide-ide tradisional.

Konferensi PBB di Brazil, tepatnya Rio de Janeiro pada tahun 2012 merumuskan tujuh belas poin atau capaian tentang Sustainable Development Goals (SDG's) , salah satunya yaitu " kesetaraan gender dan penguatan seluruh perempuan "  . Kesetaraan gender dan penguatan perempuan yang disebutkan tentunya meliputi berbagai macam sektor, termasuk sektor lingkungan dan pertanian yang menyangkut ketahanan pangan.

Di Indonesia sektor pertanian juga menjadi tonggak pencapaian, karena Indonesia adalah negara berkembang maka salah satu perekonomiannya mengandalkan sektor pertanian,  tujuan SDG's  yang lain yaitu ' mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, dan peningkatan gizi sekaligus mempromosikan pertanian berkelanjutan ' Dengan demikian, diharapkan perempuan sebagai pihak yg terlibat dalam gerakan ini menjadi penguatan dalam sektor pertanian dan tentunya bisa memberi dampak yang berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun