Bicara soal konstruksi sosial, perempuan diposisikan memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan dan mengurus makanan keluarga. Pemenuhan itu bukan hanya menyedikan makanan atau tidak, pemenuhan itu juga mencakup kultur pangan. Penyusutan bahan pangan dan air akibat polusi zat beracun, mengubah cara hidup seluruh keluarga masyarakat lokal dan mengganggu perekonomian.Â
Secara tradisional kedaulatan pangan pada dasarnya didominasi oleh perempuan. Berbeda dari gerakan lainnya, gerakan perempuan memiliki insipirasi perubahan social dengan arah tertentu. Melalui banyak strategi, gerakan perempuan punya agenda rekonstruksi keadilan gender.
Seperti yang sudah kita semua ketahui, tujuan besar daripada gerakan sosial adalah menciptakan perubahan kelembagaan dan kebijakan negara. Gerakan sosial bersinggungan erat dengan sistem representasi politik, dan berkontribusi terhadap kemampuan partai politik agar melakukan perubahan keputusan publik. Gerakan social merupakan elaborasi antara peluang politik, struktur gerakan dan budaya.Â
Munculnya gerakan keperempuanan ini tidak terlepas dengan diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan, bukan hanya itu, Diskriminasi yang dilakukan oleh negara, individu atau bahkan komunitas ini bersifat sistematis. Oleh karena itu, gerakan ini muncul sebagai agensi kelompok yang menolak subordinasi dan tekanan yang dimanifestasikan melalui aksi kolektif terhadap budaya, politik dan juga Individu.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh perempuan adalah dengan merespon situasi diskriminasi melalui aksi kolektif perempuan akar rumput, sebagai upaya pemberdayaan dalam menghadapi diskriminasi terhadap perempuan. Aksi kolektif perempuan bukanlah sebuah hal yang baru di Indonesia khususnya. Sejak abad ke-20 praktik ini sudah meluas dan terjadi di berbagai negara juga daerah.
Gerakan perempuan di Indonesa saat ini telah menginjak usia lebih dari satu abad. Mulai dari masa kolonial Belanda hingga kini 24 tahun pascareformasi. Hal ini juga didukung oleh Inpres No.9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan Gender dalam pembangunan Nasional. Situasi ini memberikan kesempatan bagi gerakan perempuan untuk melakukan advokasi menyoal kebijakan publik yang sebagian besarnya mengatur peran perempuan juga ide-ide tradisional.
Konferensi PBB di Brazil, tepatnya Rio de Janeiro pada tahun 2012 merumuskan tujuh belas poin atau capaian tentang Sustainable Development Goals (SDG's) , salah satunya yaitu " kesetaraan gender dan penguatan seluruh perempuan " Â . Kesetaraan gender dan penguatan perempuan yang disebutkan tentunya meliputi berbagai macam sektor, termasuk sektor lingkungan dan pertanian yang menyangkut ketahanan pangan.
Di Indonesia sektor pertanian juga menjadi tonggak pencapaian, karena Indonesia adalah negara berkembang maka salah satu perekonomiannya mengandalkan sektor pertanian,  tujuan SDG's  yang lain yaitu ' mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, dan peningkatan gizi sekaligus mempromosikan pertanian berkelanjutan ' Dengan demikian, diharapkan perempuan sebagai pihak yg terlibat dalam gerakan ini menjadi penguatan dalam sektor pertanian dan tentunya bisa memberi dampak yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H