budaya Dayak Ma'anyan yang penuh dengan nilai-nilai ritual dan spiritualitas.
Pada acara Pentas CILPAGAMA yang diselenggarakan oleh Universitas Borneo Lestari, Sanggar Burung Ruai dari Banjarbaru berhasil meraih juara ketiga dengan membawakan tarian kreasi yang memukau, "Ngalap Amirue". Penampilan ini tidak hanya menghibur, tetapi juga memancarkan kekayaanTarian "Ngalap Amirue": Perpaduan Tradisi dan Spiritualitas
Tarian "Ngalap Amirue" merupakan perpaduan antara tari Wadian Bawo (dukun laki-laki sakti) dan tari Wadian Dadas (dukun perempuan sakti). Tarian ini dibawakan oleh tiga penari Wadian Dadas dan satu penari Wadian Bawo, yang bersama-sama menyatukan kekuatan untuk mengusir roh-roh jahat dan berdoa kepada Hyang Piumbung Jaya Pakuluwi (Tuhan Yang Maha Esa) atas keberhasilan dalam upaya mereka. Kombinasi unik ini melambangkan kekuatan kolektif dan keharmonisan antara pria dan wanita dalam tradisi Dayak Ma'anyan.
Makna Mendalam di Balik Properti
Ketua sekaligus Pembina Sanggar Burung Ruai, Evi Sanjari, menjelaskan bahwa setiap gerakan dan properti dalam tarian ini memiliki makna yang dalam:
- Kain Ma'intem: Baju hitam yang melindungi dari pandangan roh jahat dan memiliki kekuatan gaib.
- Ikatan Pinggang Merah, Putih, Kuning, dan Hijau: Melambangkan pusat kekuatan gaib yang menyatu dengan dukun.
- Tendrek Kapui (Tanda Kapur): Menunjukkan bahwa dukun telah menguasai ilmu gaib dan telah berguru kepada dukun sakti.
- Gelang: Menggetarkan gerak imajinasi Ju'us Mulung Dewa Kalalungan Raja Bumi dan Dewa Langit.
- Kalung Taring Binatang Buas, Litis Manik Manas, dan Sangkirai Tutup Bahu: Berfungsi sebagai penangkal serangan santet/ilmu gaib.
- Taringit Ulu, Rawen Niu: Ikat kepala khas Wadian Dadas dan Bawo.
Properti lainnya seperti sangku, tempat beras (uneng weah), telur sajen, lilin dan perapian, serta janur (taringit), digunakan untuk berbagai tujuan ritual, termasuk mengusir roh jahat dan proses pembersihan serta penyucian.
Ritual Penutupan yang Menguatkan
Sebagai penutup, ritual ini ditandai dengan balian bulat oleh Wadian Bawo. Balian bulat ini adalah simbol pembulatan tekad dan ucapan syukur kepada Hyang Piumbung Jaya Pakuluwi. Ritual ini menandakan akhir dari upacara dengan komitmen kuat dan rasa terima kasih yang mendalam.
Ajakan untuk Melestarikan Budaya
Keberhasilan Sanggar Burung Ruai di Pentas CILPAGAMA merupakan bukti bahwa budaya tradisional Dayak Ma'anyan tetap relevan dan dihargai.Â
Melalui penampilan ini, Sanggar Burung Ruai mengajak seluruh kaum muda Dayak, khususnya suku Dayak Ma'anyan, untuk aktif dalam melestarikan adat dan budaya mereka. Partisipasi dalam kegiatan budaya tidak hanya memperkuat identitas budaya tetapi juga menjaga warisan yang berharga.
Penampilan memukau dengan tarian "Ngalap Amirue" telah menghidupkan kembali warisan budaya yang kaya, menunjukkan bahwa budaya tradisional masih memiliki tempat di era modern ini. Keberhasilan mereka meraih juara ketiga di Pentas CILPAGAMA adalah bukti nyata bahwa seni dan tradisi lokal dapat terus berkembang dan diapresiasi.
Langkah Pertama Menuju Pengembangan Lebih Lanjut
Menariknya, ini adalah kali pertama Sanggar Burung Ruai mengikuti lomba. Sebelumnya, mereka biasanya tampil dalam acara pernikahan adat Dayak, festival hari tari, dan acara penyambutan saja. Pengalaman pertama ini membuka peluang besar bagi mereka untuk terus berkembang dan menjadi lebih baik lagi. Sanggar Burung Ruai berencana untuk terus mengikuti lomba-lomba lainnya guna mengasah keahlian dan memperluas wawasan mereka di dunia tari kreasi dan budaya.
Melalui kesempatan ini, Sanggar Burung Ruai tidak hanya berhasil menunjukkan kemampuan mereka, tetapi juga mendapatkan banyak pelajaran berharga yang akan membantu mereka dalam perjalanan seni budaya ke depan. Dengan semangat dan dedikasi yang tinggi, Sanggar Burung Ruai siap untuk terus berprestasi dan melestarikan kekayaan budaya Dayak Ma'anyan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H