Mohon tunggu...
Crysanti Restu NP
Crysanti Restu NP Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia Biasa

Email : crnpcontact@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fast Fashion Waste, Fenomena Limbah yang Terlupakan

28 Februari 2023   10:47 Diperbarui: 28 Februari 2023   11:25 2025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Produksi pakaian fast fashion memerlukan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti pestisida, insektisida, dan bahan pewarna sintetis yang dapat mencemari lingkungan. 

Sebagai contoh, bahan kimia yang mengandung zat beracun biasanya digunakan untuk mewarnai pakaian, mencetak gambar, dan menyelesaikan produk. Selain itu, limbah dari proses produksi pakaian juga dapat merusak lingkungan dan kesehatan manusia.

Dampak pemborosan fast fashion memang tidak main-main. Co-founder Our Reworked World Annika Rachmat menyebutkan bahwa limbah tekstil adalah pencemar lingkungan kedua terburuk di dunia setelah limbah industri. 

Ia juga menambahkan menurut data yang tercatat dari sekitar 33 juta ton pakaian yang diproduksi, hampir satu juta di antaranya menjadi limbah tekstil tiap tahun dan dari total 200 miliar potong pakaian yang diproduksi setiap tahun, 85 persen di antaranya berakhir di tempat sampah. 

Fenomena ini terjadi secara nyata di Indonesia yaitu di sungai Citarum yang merupakan sungai yang sangat tercemar akibat proses produksi garmen oleh lebih dari 1.000 pabrik yang membuang bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan arsenik .

Upaya yang dapat dilakukan untuk menangani hal ini tentu mendapati beberapa tantangan seperti tingginya permintaan konsumen yang tinggi terhadap produk fashion yang murah dan cepat, ketergantungan industri fast fashion terdapat bahan kimia berbahaya dan non-biodegradable, dan keterbatasan infrastruktur untuk pengelolaan limbahnya.

Untuk menangani tantangan tersebut, ada beberapa solusi yang dapat dilakukan, di antaranya adalah dengan memperkenalkan konsep slow fashion yaitu pemakaian pakaian dalam rentang waktu yang lama, daya tahan dan kualitas yang tinggi. 

Pihak produsen dapat mempertimbangkan jumlah dan bahan dari pakaian yang akan diproduksi agar tidak berakhir menjadi limbah. Mengurangi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dalam produksinya seperti yang disarankan oleh United Nations yaitu penggunaan bahan eco-friendly untuk menjadi trobosan industri fashion. 

Meningkatkan pemilahan dan daur ulang limbah fast fashion contohnya seperti yang telah dilakukan oleh industri fashion H&M dan Timberland yang menerapkan konsep ramah lingkungan dengan menyediakan tempat daur ulang pakaian bagi pelanggan yang ingin membuang pakaian yang tidak digunakan lagi.

Namun, daur ulang saja dirasa tidak cukup untuk mengatasi masalah limbah di industri fashion, dan sebuah inisiatif baru untuk menggunakan kembali barang-barang yang sudah tidak terpakai pun tercipta. 

Penggunaan ulang ini terkait dengan fenomena thrift yang telah menjadi popular di kalangan remaja dalam beberapa tahun terakhir. Ide thrift lahir dari limbah pakaian bekas yang diproduksi secara massal dan tidak lagi digunakan. Konsep reuse ini, sederhananya adalah penggunaan kembali suatu barang yang mana sesuai dengan ide thrift sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun