"Dari Sepuluh, hanya Satu:" Nada-nada Nelangsa?
JC Tukiman Tarunasayoga
Â
Pada mulanya adalah kata, dan kalau kata itu menjadi bersama-sama, apalagi dirangkai  dengan kata-kata lainnya; jadilah kalimat. Pada mulanya adalah kalimat, dan ketika kalimat itu menjadi kata-hati karena sedang mengungkapkan perasaan hati orang yang sedang mengatakannya; jadilah kalimat itu ungkapan perasaan.Â
Pada mulanya sekedar ungkapan perasaan, namun kalau ungkapan perasaan itu muncul dalam konteks tertentu, kalimat ungkapan perasaan itu menggambarkan dominasi nuansa hati; Â seperti misalnya dominasi nuansa hati sedang nelangsa, sedih, protes, berfikir negatif, tidak berdaya, menyindir.Â
Namun sebaliknya, mungkin saja dominasi nuansa hati mengungkapkan yang serba ceria, penuh syukur, sorak-sorak bergembira, positif, bergairah-penuh semangat, Laudato Si.
Sekedar contoh, ketika anak saya menjadi salahsatu yang terpilih: "Dari ratusan calon terseleksi, hanya lima lolos,"  dan salahsatunya anakku; itu berarti dengan ungkapan ini saya sedang merayakan kegembiraan, bangga, penuh semangat dan syukur, Alleluia. Perasaan  yang sama sangat terlihat di ungkapan ini: "Dari ratusan Negara di dunia, Indonesia satu-satunya Negara paling dermawan."Â
Berita ini mengungkapkan kebanggaan luarbiasa, apalagi dalam konteks sedang berjibaku mengatasi Covid 19. Â Ungkapan lebih menunjukkan syukur sangat boleh jadi muncul: "Ing atase lagi rekasa," kendati masih sedang penuh keprihatinan, terbukti kedermawanan Indonesia dicatat dunia. Banggalah, mosok nelangsa?
Bagaimana sebaiknya kita memahami ungkapan senada, misalnya ada orang mengatakan: "Dari 10 cewek cantik itu, hanya satu berambut panjang?" Ungkapan itu sangat boleh jadi sekedar "bergumam heran" seraya barangkali menyayangkan mengapa semakin sedikit jumlah perempuan berambut panjang. Â Akan tetapi, nuansanya mungkin saja sangat berbeda apabila ungkapan itu dinyatakan dalam suatu kontes kecantikan; atau dalam pembicaraan serius perihal nilai-nilai budaya yang tergerus arus zaman. Maknanya akan berkembang melebar lagi kalau ungkapan tadi berubah sedikit, menjadi: "Dari sepuluh cewek cantik itu, hanya satu berasal dari desa." Â Ungkapan itu ada/mengandung nuansa dikotomik antara desa -- kota, bahkan boleh jadi mengesankan "memuji" cewek kota.
Makna kata, apalagi kalimat, terbukti sangat besar korelasinya dengan konteks ketika kata atau kalimat itu diucapkan/disampaikan. Tentu di samping harus diperhatikan konteksnya, sangat besar juga korelasinya kata atau kalimat itu sedang diungkapkan oleh siapa. Kalau hanya si Badu yang mengatakan: "Dari 10 pejabat kabupaten, hanya satu berasal dari Desa saya;"  ungkapan Badu itu akan menjadi angin  lalu belaka dan tidak bermakna apa pun. Â
Lain halnya kalau kalimat itu dikatakan oleh Bapak Bupati, makna dan dampaknya dapat bermacam-ragam. Sangat boleh jadi, Bapak Bupati sedang berbangga hati, atau sebaliknya "sedang mau sombong." Apakah Bapak Bupati sedang mengungkapkan perasaan nelangsa? Rasanya tidak. Bagaimana kalau kalimatnya berubah, menjadi: "Dari sepuluh pejabat kabupaten, hanya satu miskin." Nelangsakah, banggakah, proteskah, diskriminatifkah?