Sementara itu, belajar berbohong (bukannya belajar kejujuran) tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi tumbuh sedikit demi sedikit lewat berkembangnya rasa percaya diri.Â
Mari kita sadari, betapa keluarga punya andil besar dalam menumbuhkan kebohongan pada anak (hal 118), seperti contohnya, dusta kecil-kecilan yang dianggap tidak serius oleh orang dewasa.Â
Misalnya anak mendengar ungkapan: "Ibu tidak punya uang," padahal kata-kata itu hanya untuk menolak permintaan anak membeli jajanan, terekam oleh anak betapa ibu telah mengajarkan kebohongan ketika lima menit kemudian ibu itu membeli sesuatu di warung sebelah.Â
Setelah anak beranjak remaja, pelajaran berbohong pasti didapat dari teman-teman sebayanya. Pada umumnya, berbohong cenderung dilakukan anak-anak pada saat mereka  itu "mencari aman." Kalau jawaban "tidak!" membuat aman bagi anak,  maka lain kali anak akan mencari-cari terus jawaban "aman" atas pertanyaan orangtua.
Pola asuh berdamai hanya bisa tumbuh jika guru dan/atau orangtua yang memulainya, karena hampir mustahil dilakukan atau dimulai oleh siswa/anak mengingat mereka itu "korban." Jadi, pemecahan dilema semata-mata hanya ada pada guru dan orangtua.
-0-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H