Dua, trauma-trauma yang tidak perlu hendaklah dibersihkan secara sistemik berhubung dulunya kemunculannya juga sistemik. Tiga, hubungan darah persaudaraan adalah nilai terindah dalam kehidupan kemasyarakatan kita.Â
Oleh karena itu, jika trauma-trauma itu dihilangkan secara sistemik, maka harus ada rekonsiliasi internal pada keluarga-keluarga yang kemarin-kemarin tercerai berai. Â
Empat, generasi telah bergeser, bahkan mungkin berubah; maka menatap masa depan jauh lebih penting dari sekedar memberi peluang bernostalgia bagi orang-orang tua yang merasa berjasa sekali pun.Â
Utamakan menatap masa depan, meski pun tetap harus ditanamkan jangan lupa sejarah bangsamu. Dan lima, orang-orang tua hendaklah benar-benar menempatkan diri dalam koridor tut wuri handayani.
Dalam rangka berusaha bersama terhindar dari bahaya kepaten obor, Pemerintah memiliki otoritas kuat dan resmi, -tentunya bersama lembaga permusyawaratan perwakilan- , untuk meneruskan pendokumentasian peta sejarah berbangsa dan bernegara yang sebenarnya. Kalau dalam perjalanan itu ada saja orang yang "mengganggu" entah dengan alasan cari perhatian atau pun sekedar memanfaatkan momentum; wajarlah kalau Pemerintah mengambil tindakan tertentu kepada orang seperti itu. Apalagi kalau gangguan itu ada tali-temalinya dengan upaya untuk "membengkokkan sejarah." Bila betul seperti itu, bahaya kepaten obor benar-benar nyata tantangan dan siapa yang mau terus mematikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H