Bagaimana halnya dengan nepotisme? Kalau calon itu jadi, khalayak akan berkomentar: "Ora maido, turun-e wong kuwasa," gak heranlah; sedang kalau kelak tidak terpilih sebagai pimpinan daerah (baca: kalah), peluang lain masih saja terbuka, entah sebagai apa.
Pilkada selalu ingar-bingar memang. Lihat saja ketika mendaftarkan ke KPU kemarin, betapa sulitnya (benarkah????) mengendalikan massa pendukung; sampai-sampai Mendagri memberikan teguran kepada sejumlah calon yang tidak taat terhadap protokol kesehatan.Â
Ini baru tahapan pendaftaran; dan tentunya patut diperhitungkan matang-matang oleh KPU, Bawaslu dan aparat keamanan nanti ketika masa kampanye. Maaf seribu maaf, saat ini banyak orang yang sangat mudah digerakkan sebagai massa berhubung banyak orang mencari kesibukan karena merasa sudah jenuh di rumah "nothing to do."
Fenomena "nandur wiji keli" tentu saja akan berulang setiap kali dan menyertai Pilkada. Di samping menarik untuk terus diamati, fenomena "lima tahunan" ini juga merangsang untuk bertanya kepada partai politik: "Mengapa, in the last minute, siklus lima tahunan yang konon menggambarkan kualitas demokrasi itu, selalu saja disikapi begitu pragmatis oleh sebagian parpol dengan cara "nandur wiji keli?"Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H