Mohon tunggu...
tukiman tarunasayoga
tukiman tarunasayoga Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Kemasyarakatan

Pengajar Pasca Sarjana Unika Soegiyopranata Semarang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

"Nyagak Alu" untuk Pertimbangan Pergantian Pejabat

2 September 2020   19:22 Diperbarui: 2 September 2020   19:35 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa pergantian pejabat --semakin tinggi atau strategis jabatannya-- seringkali prosesnya saja sudah dihebohkan banyak pihak, belum lagi pilihan orang/personnya. 

Jabatan sebagai kepala di kepolisian misalnya, pergantiannya sebutlah masih berberapa bulan di depan sana; tetapi hebohnya saat ini sudah berhembus atau seolah-olah sudah dihembus-hembuskan justru oleh kalangan di luar kepolisian. 

Apakah mereka yang menghembuskan itu kelak akan memperoleh keuntungan tertentu bila "jagonya" terpilih? Belum tentu, dan mungkin dia/mereka tidak ingin memperoleh apa pun, kelak. Tetapi mengapa getol banget? Entahlah.

Pihak mana paling heboh bicara tentang reshuffle kabinet, apakah pihak "dalam" ataukah justru pihak "luar?" Jawabannya pihak luar, sementara pihak dalam tampaknya tenang-tenag saja. 

Pertanyaannya sama dengan yang di atas tadi: Apakah mereka yang sangat getol merancang nama-nama siapa "out" siapa "in" kelak akan memperoleh keuntungan atau posisi tertentu? Entahlah, tetapi melihat semangat dan kehebohannya, rasa-rasanya kok sajak  wis duwe itung-itungan dhewe, seolah-olah sudah punya kalkulasi tertentu.

Nyagak Alu

Dalam konteks pergantian pejabat setaraf pergantian menteri nyagak alu pasti merupakan pertimbangan utama dan pertama, utamanya bagi Bapak Presiden selaku pemegang hak prerogatif mutlak. 

Idiom nyagak alu (arti lurusnya ialah alu sebagai alat penumbuk dipergunakan untuk mengganti fungsi sebuah tiang) melukiskan kondisi seseorang yang diberi mandat dan kepercayaan penuh, langkah-langkah dan keputusannya mendukung ataukah mengkhawatirkan pemerintahan.

Dalam ungkapan Jawa nyagak alu itu berarti wong sing diendel, nanging jebul ora mitayani. Sejauh para menteri sekarang ini kerja dan kebijakannya mitayani mengapa harus diganti oleh orang yang belum tentu nantinya akan lebih mitayani. Tegasnya, nyagak alu apa ora, kalau memang dia itu nyagak alu, ya diganti; namun kalau selama ini justru semakin dapat dipercaya, mengapa harus diganti?

Mitayani adalah kata kunci, karena di dalamnya terkandung makna dapat dipercaya, dapat diandalkan, sudah tahu sendiri tanpa harus diberi banyak petunjuk atau tuntutan, dan jangan lupa dalam kata mitayani ada nuansa "kupasrahkan sebagian dari nafas hidupku, kepadamu." 

Jadi, sekali lagi, kalau Bapak Presiden merasa yakin bahwa para meneterinya selama ini dank e depan memang betul-betul wis mitayani dan ora nyagak alu, seheboh apa pun skenario "di luaran sana" ya pasti tidak akan memengaruhi apa pun dan siapa pun.

Tolok ukur

Apa tolok ukur seseorang disebut wis mitayani? Sesuai dengan tugas dan penugasannya, seseorang dapat disebut wis mitayani kalau sekurang-kurangnya telah memenuhi tiga hal berikut.

Pertama, wis ora gawe was-sumelang maneh, sudah tidak mengkhawatirkan siapa pun dan apa pun lagi. Bagaikan anak balita yang belajar berjalan, awalnya wajarlah masih mengkhawatirkan bagi siapa pun; namun berangsur-angsur ia sudah sangat andal berjalan, tidak perlu ada pihak yang khawatir lagi, kabeh wis mlaku kanthi apik.  

Apalagi yang harus dikhawatirkan, dan mengapa harus diganti karena tidak seorang pun dapat menjamin penggantinya akan lebih baik. Apakah dia/mereka yang punya skenario reshuffle menjamin seratus persen bahwa orang-orang yang diusulkan "in" akan lebih baik? Apa jaminannya dan apa pula sanksinya jika tidak terbukti?

Kedua, mitayani  tolok ukur yang lainnya ialah wis ngerti karepe pimpinan. Kalau memang menteri itu kerja dan kebijakannya sudah segaris dengan kerja dan kebijakan Presiden, playune wis padha, sepak terjang dan larinya sudah seirama; mengapa pula harus diganti. 

Lain halnya kalau selama ini tidak segera dapat "menangkap" kehendak Presiden, atau malah mlaku dhewe, nah ..........kalau ada yang seperti itu, memang sepantasnya ia diganti. Mengapa? Karena ia tidak senafas dengan pimpinan, belum atau bahkan tidak menyatu dengan pimpinan; karena itu, -sekali lagi kalau ada- , ia pantas diganti.

Dan ketiga, menteri itu adalah tiang penyangga utama di kementeriannya; dan kalau ia wis ngerti kabeh kewajiban lan tanggungjawabe,  mau cari orang lain yang macam apa lagi? Kerja dan kebijakannya sudah sangat jelas dan sesuai dengan kewajiban maupun tanggungjawabannya; sudah sangat cukuplah, dank arena itu tidak perlu diganti. 

Lain halnya kalau sebagai tiang penyangga utama, ehhhh kok ora mitayani, kok nyagak alu; pantaslah ia diganti karena bebayani dan bisa membuat bangunan kementerian dalam kondisi berbahaya. 

Gambaran tentang tiang penyangga utama menunjukkan betapa bangunan itu memang sangat bergantung kepada tiangnya; dan dalam konteks kementerian bangunan itu termasuk aspek manajerialnya dan segala aspek pendukung sampai soal penegakan disiplin di dalamnya.

Kalau pertimbangan nyagak alu apa ora  sangat penting terkait pergantian pejabat, ada juga pertimbangan tatakrama yang sering diusulkan oleh "orang luar." Namanya usul, tentu saja terserah kepada pihak pengambil keputusan dipakai atau tidaknya usul itu. 

Misalnya, ada pihak yang tersinggung berhubung ada menteri kok panganggone ora pantes, lalu "hanya karena alasan pakaian" terus mengusulkan menteri itu diganti saja. Mengada-adakah usulan semacam itu? Atau jangan-jangan contoh ini yang mengada-ada? Masyarakat lebih tahu jawabannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun