Mohon tunggu...
tukiman tarunasayoga
tukiman tarunasayoga Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Kemasyarakatan

Pengajar Pasca Sarjana Unika Soegiyopranata Semarang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gonda-gandir

26 Agustus 2020   06:21 Diperbarui: 26 Agustus 2020   12:55 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gondar-gandir

Oleh: Tukiman Tarunasayoga

Ada dua pertanyaan besar akan saya coba kupas terkait dengan topik  Gondar-gandir ini; pertama, mengapa selalu saja ada pihak-pihak yang senang terhadap kondisi jabatan seseorang yang semula biasa-biasa saja atau aman-aman saja,  lalu menjadi Gondar-gandir? 

Kedua, ada keuntungan apa saja sih bagi para "pencipta"  Gondar-gandir itu, sementara kebanyakan orang (termasuk diriku) berpersepsi "kok anane sarwa nggriseni to" yaitu bikin keqi saja? Atas hal kedua ini, dari jauh-jauh sono Bu Tejo berteriak: "mBok dadi wong sing solutif, gitu lho!"

Berita yang tersebar

Ada beberapa berita yang tersebar dan sangat sulit dikontrol (apalagi diverifikasi kebenarannya) yang mau tidak mau membuat jabatan seseorang itu Gondar-gandir. 

Di antara beritu itu ialah (lengkap disebut nama-nama secara terang-terangan, bukannya initial), (a) akan ada sekitar 18 Menteri diganti/digeser, (b) ada sekurang-kurangya delapan calon Kapolri yang sedang bersaing, (c) ada BUMN yang justru merugi padahal harusnya untung, maka harus segera dicopot tuh pejabat-pejabat terasnya, dan (d) posisi seorang ketua lembaga penting harus digeser tuh karena menyalahgunakan wewenang. 

Meski berita-berita santer itu ada yang telah dibantah secara resmi oleh pihak berwenang; namun yakinlah betapa berita semacam itu telah membuat perasaan Gondar-gandir bagi banyak pihak, termasuk mungkin juga bagi nama-nama yang disebutkan.  Mengapa bikin gondar-gandir?

Kehidupan sehari-hari masyarakat kita di tataran mana pun cenderung untuk tidak mau repot dengan melakukan check dan recheck bila mendengar atau menghadapi berita; bahkan malahan ada berita apa pun umumnya diterima begitu saja seolah-olah sebagai berita benar. 

Pada sisi yang lain, siapa pun menyambut senang terhadap berita seperti reshuffle kabinet, calon Kapolri, dan lain-lainnya. Jadilah berita itu semakin menarik, semakin pula menimbulkan kondisi Gondar-gandir bagi yang bersangkutan, atau setidak-tidaknya memengaruhi suasana dan kenyamanan kerja. Tidak mungkin tidak terganggu. 

Pemeran Bu Tejo dalam film pendek "Tilik" saja, -yang jelas-jelas itu sebuah peran dalam film- ,  mengaku sangat terganggu kenyamanannya karena banyaknya pihak yang entah mengapresiasi, protes, bully atau apalah. Apalagi ini jabatan publik yang riil dalam arti bukan pemain peran dalam sebuah film atau pentas lainnya. Betapa terganggu dan tidak nyamannya.

Keuntungan Apa?

Pihak-pihak yang getol menyebut nama-nama atas berita-berita itu pun juga tampil atau ditampilkan secara terang- benderang, bukan initial lagi. Dengan kata lain, dewasa ini agaknya sudah tidak berlaku lagi nama initial; atau kalau pun initial masih dipergunakan di sana-sini, hanya terbatas pada kasusnys saja, misalnya pada kasus criminal. 

Dewasa ini, derajat kerahasiaan perseorangan, apalagi lembaga/instansi, rasanya semakin turun bahkan  nyaris hilang. Taka da lagi yang rahasia di atas muka bumi ini. Begitukah?

(Keuntungan) Apa yang diperoleh oleh pihak-pihak yang "suka" (maaf) membuat jabatan seseorang atau sejumlah orang  dalam kondisi menjadi Gondar-gandir? 

Saya tidak tahu persis, dan tidak berhak tahu, perihal keuntungannya; namun yang kiranya dapat saya sampaikan sebagai masukan, ialah hendaknya Anda perhitungkan efek domino dari kondisi Gondar-gandir itu terhadap produktivitas dan kinerja. 

Kalau pun Anda bermaksud memberi masukan, termasuk ingin menyumbnagkan pemikiran demi suatu perbaikan, tolong deh diperhitungkan efek domino yang ditimbulkannya. 

Dari khazanah Jawa ada saran begini: "Dikena iwake, aja nganti buthek banyune; " maknanya, ialah tujuan baik yang ingin Anda  capai, usahakan dan capailah, tetapi seyogianya jangan membuat keruh suasana. Kondisi Gondar-gandir saya kategorikan suasana keruh itu.

Gondar-gandir bermakna tansah obah, yaitu kondisi yang bergerak atau bergoyang terus seraya membuat rasa was-was atau khawatir bagi yang mengalami atau melihatnya. 

Efek domino yang membawa serta tidak ada manfaatnya bagi siapa pun atas kondisi Gondar-gandir semacam itu, -dalam bahasa Indonesia ada ungkapan "seperti telor di ujung tanduk-"  ialah bukan saja tumbuh rasa was-was atau khawatir, tetapi juga cenderung menjadi taruhan, tontonan gratis penuh tanda tanya kontra produktif bagi siapa pun.

Menciptakan kondisi Gondar-gandir juga dapat menebar ketidakpastian, dan sangat sayang kalau nantinya ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Buntutnya bisa panjang, misalkan ada pihak yang sakit hati.

Seperti kita tahu, bisa saja terjadi: Saya tidak bermaksud menyakiti hati seseorang dengan pendapat atau kata-kata; namun sangat mungkin kata-kata atau pendapatku dirasakan menyakitkan bagi orang yang saya sebut-sebut namanya.

Ringkasnya, siapa pun, apalagi seseorang atau lembaga yang merasa sudah punya nama, sebaiknya tidak mengembangkan "hobi" menciptakan kondisi Gondar-gandir atas posisi atau jabatan seseorang, atau apa pun. 

Masukan, koreksi, atau bahkan kontrol dapat disalurkan dengan cara menghindari suasana Gondar-gandir yang ternyata tidak membawaserta manfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun