Mohon tunggu...
tukiman tarunasayoga
tukiman tarunasayoga Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Kemasyarakatan

Pengajar Pasca Sarjana Unika Soegiyopranata Semarang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Merebut Kemerdekaan Itu Bukan "Galak Gathung"

15 Agustus 2020   13:09 Diperbarui: 15 Agustus 2020   13:13 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Merebut Kemerdekaan itu Bukan "Galak Gathung"

Tukiman Tarunasayoga

Salah satu makna terdalam proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang terjadi 75 tahun lalu, ialah kemerdekaan itu diperjuangkan, direbut dengan segala daya upaya, dan bukan sekedar "galak gathung." 

Teks proklamasi yang tersusun dan dibacakan saat itu, sudah sangat menggambarkan betapa heroiknya situasi sekitar detik-detik proklamasi itu, dan sekali lagi harus ditegaskan betapa itu semua bukanlah sekedar "galak gathung." 

Mengapa penting alinea pertama tulisan di atas digarisbawahi dan ditegaskan di sini?  Kepentingannya sangat mendasar untuk menegaskan betapa luhur dan tingginya nilai-nilai perjuangan kemerdekaan waktu itu, dan harus terus diulang dan diulang pada saat yang tepat seperti saat peringatan hari-hari ini.

Nilai sejarah itu harus selalu diulang-ulang diingatkan, agar siapa pun tidak lupa atau melupakan, tidak abai atau mengabaikan, dan nilai kesejarahan harus selalu hadir dan dihadirkan.

Galak gathung

Situasi dan kondisi 75 tahun lalu dan saat sekarang ini pastilah sangat berbeda nyata dalam hal apa pun; sebut salah satunya ialah dalam sikap mental memperjuangan cita-cita.

Galak gathung adalah salah satu contoh sikap mental yang dewasa ini mungkin sangat fenomenal karena tersedianya berbagai faktor pendukung yang boleh dikatakan membuat siapa pun leluasa melakukannya. Sementara di zaman serba terbatas 75 tahun lalu, galak gathung dapat dipastikan tidaklah sangat menggejala sebagai sikap mental kehidupan.

Galak gathung ialah sikap mental orang yang mung jagakake bokmenawa ana begjane urip; sebutlah sangat mirip-mirip dengan tebak-tebak buah manggis, iseng-iseng seraya berharap mendapatkan hadiah.

Bukankah dewasa ini, -sekali lagi karena banyaknya kemudahan (dan godaan konsumerisme)- , sangat menggejala bahkan fenomenal gaya hidup serba tebak-tebak buah manggis penuh iseng-iseng berhadiah?

Karena sangat menggejalanya galak gathung dewasa ini, pertanyaan yang mendorong kita semua perlu menjawabnya ialah: pertama, apakah benar galak gathung sudah melanda sebagian besar warga masyarakat Indonesia sehingga terbentuk sikap mental serba (suka) tebak-tebak buah manggis? Tentunya perlu banyak bukti apabila pertanyaan ini dijawab "benar."

Kedua, mengapa (dan benarkah?) dulu, yakni di zaman pra kemerdekaan dan puncaknya di saat-saat proklamasi kemerdekaan,  nilai-nilai perjuangan serta merta menghalau sikap mental galak gathung?

Maksudnya, mengapa saat itu tidak tumbuh sikap: Ngapain kemerdekaan harus direbut? Bukankah ada contoh di satu dua negara lain bahwa kemerdekaannya itu berupa hadiah dari penjajahnya?   

Di samping galak gathung itu mirip-mirip dengan tebak-tebak buah manggis, iseng-iseng berhadiah;  galak gathung juga ada kemiripannya dengan jagakake endhoge si blorok, yakni sekedar berharap kalau-kalau ayam-ayam itu segera bertelur (padahal tidak pernah dirawat semestinya). .

Nilai proklamasi

Urgensi peringatan hari proklamasi memang harus terus ditanamkan dan terus didengungkan. Usia 75 tahun terhitung muda untuk mengukur sebuah kemerdekaan suatu negara (dalam hal ini Negara Republik Indonesia), meskipun untuk ukuran manusia yang menghuni dan sebagai warganegara, pastilah 75 tahun terhitung tua.

Dikotomi seperti inilah yang harus terus disadari oleh siapa pun yang mendapatkan amanat untuk menjadi pemimpin NKRI tercinta ini. Maksudnya, kewajiban moral paling utama bagi  para pemimpin pemerintahan ialah jangan bosan untuk terus melakukan terobosan-terobosan agar nilai-nilai perjuangan kemerdekaan terus diaktualisasikan ke dalam perilaku kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dan saat-saat mendatang.

Salah satu hal terpenting tentang nilai-nilai perjuangan kemerdekaan itu ialah, -sudah disebutkan di atas- proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 itu direbut, diperjuangan mati-matian, dan bukan sebuah sikap galak gathung yaitu menggantungkan nasib semoga beruntung.

Mengulang dan mengulang nilai-nilai perjuangan seperti itu penting, dan justru menjadi semakin penting manakala fenomena dan sikap galak gathung menggelayut di depan mata. MERDEKA!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun