Jebakan kedua, orang setua saya ini, jujur mengakui, mudah tersinggung kalau harus dijejerkan, disejajarkan, atau diperlakukan/dituntut sama dengan orang-orang muda milenial. "Masak, saya yang sudah komplit makan asam garam, harus diadu, harus kompetisi dengan yang muda-muda; yang bener aja kaleeee." Apalagi, saya menyandang amanat organisasi yang sudah lebih tua dari umurku.Â
Jebakannya ialah, saya cenderung selalu mencari (baca: minta) ada privilege, ada perlakukan khusus semacam jalan tol bebas hambatan, begitulah. "Gak percaya sama aku ya?" gumamku geram.
Batman masih pasang jebakan ketiga, yaitu berlindung di balik nama besar mendorong diriku untuk harus tampil dengan kepala mendongak daripada menunduk, dada membusung daripada punggung melengkung, dan pongah tidak mau kalah daripada lembah manah. Jadi, jebakannya merambah ke sikap diri, kalau menggunakan bahasa gawai ya cashing harus selalu tampil bagus. Isinya? Tidak semua orang tahu. . Â
Bagaimana sebaiknya?
Jangan takabur karena nama besar siapa pun dan apa pun, Hidup di zaman now rasanya siapa pun harus semakin realistis penuh pengakuan diri betapa yang tua-tua seperti saya ini sudah dengan sendirinya kalah dalam hal apa pun dengan kaum milenial.Â
Mungkin saya masih akan dapat mengatakan: "Aku menang pengalaman dan rasa," tetapi konteks zaman now sangat mungkin pengalaman dan rasa itu tidak lagi "sangat diperhitungkan." Di samping jangan takabur, rasanya baik kalau makin tua saya ternyata harus makin legawa untuk apa saja dan siapa saja. Saya harus siap kehilangan apa saja, termasuk siap untuk tidak selalu sendhen kayu aking daripada terbebani secara mental.
.