Yang merdeka nusa dan bangsa negeri Indonesia.
Sementara rakyat masih terjajah oleh bangsa dan nusanya sendiri.
Sebab mereka dari tahun 1945 hingga saat ini, masih banyak menjadi gembel, dan status orang Miskin.
Yang kaya dan dihormati tetap keturunan raja, keturunan demang, dan keturunan konglomerat..
Yang kita rayakan adalah hari kebebasan dari pembebasan bangsa asing.
Kita belum merdeka karena masih dijajah oleh birokrasi, politisasi, diskriminasi agama, suku dan ras.
Kita masih menjadi rakyat yang tunduk dengan keputusan tanpa boleh bicara tentang keadilan.
Para pemimpin kita mempunyai sejarah masa lalu tentang kejahatan kemanusiaan dan antek-ante order baru. Dan itu kita banggakan, dan kita beri perhargaan pataka
Itulah sebabnya negeri ini seperti Vietnam tahun 60-an.
Kita cuma berdoa, negeri kita kembali dijajah oleh Inggris dan Amerika.
Penjajahan mereka telah melahirkan orang pintar dan bermuka tahu malu di seluruh bekas jajahannya. Kalau salah mengundurkan diri. Bukan membela diri, seperti dinegeri ini
Mengerti dengan demokrasi, tidak menghamburkan uang atas nama kemiskinan dan kepapaan.
Aku mendambakan presiden nanti ada nama SIR di depannya. Misalnya SIR Jokowi, SIR Mega, atau sir apakek. Biar ganteng dan berwibawa -dikit gitu.
Maka pada hari kemerdekaan ini, aku dan semua warga di komplekku tidak akan mengibarkan bendera putih.
Karena mengibarkan sang bendera sama saja dengan menyanjung para pemimpin yang dulunya adalah antek antek orde baru yang membuat sengsara nusa dan bangsa.
Pada hari kemerdekaan ini, kami hanya bisa mengibarkan baju robek, celana koyak, dan celana dalam warna warni sebagai ungkapan rasa duka karena cuma yang terjemur itu masih kami miliki.
Biarlah bendera itu berkibar di Istana negara. Karena para turunan raja, demang dan konglomerat harus berterimakasih atas kemerdekaan itu. Dan harusnyalah menghormati kibaran bendera itu setahun sekali.
Jika bertanya tentang nasionalisme, itu adalah pertanyaan kepada para pemimpin kami yang sudah kaya raya dengan gaji mereka.
Karena sebagai rakyat, kami hanya memikirkan bagaimana mendapatkan Nasi hari ini.
Bila bertanya tentang patriotisme, sebaiknya pertanyaan itu ditujukan kepada para mereka yang menjaga negeri ini dengan senjata, tank, meriam dan pesawat.
Karena kami rakyat, hanya punya pacul dan golok untuk sekedar menyambung hidup.
Sesungguhnya Hari kemerderkaan ini
adalah Hari peringatan pembodohan
dan sebagai rakyat kita harus lebih pintar dari pemimpin kita
Sebagai rakyat kita lebih punya harga diri
dari pada pemimpin kita
yang menjual diri mereka di spanduk, brosur dan leaflet: pilihlah aku
Sebagai rakyat tanpa spanduk, brosur dan leaflet -kita lebih mulia
karena wajah-wajah kita cuma ada di KTP, dan tanda kelulusan
Sementara wajah para pemimpin itu;
telah dikentutin knalpot hitam, jadi pembungkus gorengan,
ditempel pada tembok WC umum, di pagar jalanan, terinjak di jalan becek
dan di belakang metromini.
Jadi wajar saja, jika mereka menjadi pemimpin yang kotor dan berdebu
sebab asalnya memang dari debu dan bau knalpot
Maka berbahagialah kita,
pada hari kemerdekaan ini tidak hadir di Istana,
diantara pemimpin yang berasal dari tempat kotor itu
----+++ pada 16 Agustus 2013, saat rakyat telah lupa tentang makna kemerdekaan itu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H