[caption id="" align="alignnone" width="576" caption="Patung Merlin di pulau Bunyu"][/caption]
Saya tak menemukan  wisatawan ke pulau Bunyu. Pulau itu memang murni sebagai pusat eksploitasi minyak bumi, gas dan batubara. Karena permintaan pemasangan mini tower triangle oleh sebuah perusahaan pertambangan batubara, akhirnya kami  terdampar di pulau ini. Bunyu adalah pulau kecil seluas 198,32 km di kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur.
[caption id="" align="alignnone" width="480" caption="Cottage pekerja"][/caption] Kami naik kapal kecil dari Tarakan ke Pulau ini. Dari Jakarta, kami menumpang Lions dengan transit di Sepinggan, untuk naik kembali menuju bandara Juwata Tarakan. Pulau ini dihuni oleh perusahaan PT.Pertamina, dan tiga perusahaan batubara ; PT Lamindo Inter Multikon, PT Adani Global, PT Garda Tujuh Buana. Saya datang diundang PT Adani.
Muasal kata Bunyu menurut warga setempat berasal dari nama buah Binjai (Mangifera caesia). Sejenis mangga dengan bau yang harum menusuk dan rasa yang masam manis. Kalau orang Sulu Filipina menyebutnya buah baluno, bauno, bayuno. Kalau bahasa orang Bajau menyebutnya buah beluno. Kalau orang suku Tidung menyebutnya buah Bunyu. Pulau ini dulunya persinggahan Sulu, Filipina. Dari Bunyu perjalanan ke Filipina selatan Cuma 3 jam melalui laut.
Perjalanan laut dari pelabuhan Tarakan ditempuh 1 jam perjalanan dengan speed boat. Kapal melayani dari jam 7 pagi hingga 12 siang. Di pulau Bunyi saya tak menemukan angkutan umum. Hotel juga tidak ada. Umumnya yang datang kesini adalah karyawan atau rekanan kontraktor untuk perusahaan tadi. Setiap perusahaan menyediakan mess gratis.
Kami  menginap di sebuah Mess, di komplek pertamina. Dari pelabuhan Bunyu, kami dijemput dengan mobil bus perusahaan dan dibawa menuju mess. Di mess seluruh penghuni mendapat pasilitas cuci baju gratis, makan bebas, dan bisa menikmati siaran TV kabel. Meski fasilitas banyak, penghuninya setiap minggu silih berganti. Kami 7 hari disana, ada saja orang baru yang datang.
Sulit mencari restoran atau rumah makan di Bunyu. Tak jauh dari mess, ada warung nasi. Pemiliknya orang Jawa, dan buka setiap jam 7 malam. Makanan khasnya, ayam penyet. Satu porsi Rp 20 ribu, diluar air minum.
[caption id="" align="alignnone" width="480" caption="Selat Filipina"][/caption]
Untungnya selama disana, kami tim dari Toko Tower, lebih banyak di lokasi tambang dan mendapat jatah makanan 3 bungkus per hari. Jadi kalau bosan, baru menikmati makanan di warung itu. Tidak ada lokawisata yang menarik di pulau Bunyu. Setiap liburan, pekerja yang mayoritas warga pendatang dari pulau Jawa menyebrang ke Tarakan. Di kota itu memang banyak fasilitas hiburannya.
Di pulau Bunyu hanya ada satu ATM milik Mandiri. Kalau listrik mati, atau uang habis, warga harus menyebrang. Tidak ada mesin EDC di tempat ini. Jadi kalau kesini, perbanyak lah uang cash. Mana tahu untuk mencoba jajanan pantai.
Tetapi di PT Adani, karyawannya bisa melepaskan strest. Sebab di tempat ini terdapat tempat rekreasi dan hiburan. Mereka bisa menikmati cottage dengan pemandangan ke selat Filipina yang memukau. Di tengah penginapan itu berdiri Patung Merlion yang menjadi Lambang Negara Singapura.
Para karyawan bisa menikmati wifi gratis. Tempat tidur enak, dengan AC dan kasur empuk. Semua disajikan Gratis.
Tidak semua orang bisa memasuki kawasan tersebut. Hanya karyawan dengan jenjang karier tertentu, dapat menikmatinya. Karena itu, kami bersyukur bisa mengabadikan momen ini. Semoga Bunyu menjadi ‘singapura’ Indonesia di bagian timur.
[caption id="" align="alignnone" width="480" caption="Pemasangan Tower di PT Adani"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H