Karena dingin indawa yang bisa mencapai minus 3 derajat celcius pada malam hari, tidak heran jika anak-anak disini terus mengeluarkan ingus. Pipin juga sempat menyeritakan di luar kelas sesaat setelah anak-anak masuk ke dalam, bahwa, sempat ada anak-anak yang meninggal dunia akibat dinginnya Indawa yang mencapai minus 9 derajat hingga memunculkan hujan es yang sempat ia lihat satu kali selama hidupnya.
Sampat saya berpikir bahwa saat ini saya berada di musim terbaik mereka yaitu musim penghujan dimana, dinginnya kemarau mulai diredam oleh hujan yang membawa suhu panas bumi. Tidak terbayang bagaimana anak-anak bertahan di dalam honai yang sangat dingin ketika cuaca ekstrim menyerang.
Salam hormat anak-anak memecah pukauan mata pada dinding-dinding kelas yang penuh dengan karya-karya mereka. Dengan ramahnya Pipin menyambut salam mereka dan mengenalkan saya pada mereka. Nampak beberapa di antara mereka ada yang tersenyum malu dan bersembunyi di balik kawan sebangkunya. Ada juga yang tertegun tidak berkedip melihat perangai saya yang gondrong dan berambut lurus walaupun saya seorang lelaki.Â
Saya hanya bisa tertawa dan menyambut hangat sapaan mereka dengan menambah bumbu semangat di dalamnya. Saat pelajaran bersama ibu guru Pipin dimulai, semua anak masih nampak malu malu, mungin karena kehadiran saya di antara mereka. Terlihat dari beberapa kali pertanyaan yang dilontarkan Pipin mereka masih ragu untuk menjawab, padahal sebelumnya saya sempat diceritakan oleh salah seorang guru di sini bahwa tidak ada anak yang tidak bersemangat untuk menjawab pertanyaan guru walaupun mereka yakin salah.
![5-58b5b0db6ea83416048b4567.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/03/01/5-58b5b0db6ea83416048b4567.jpg?t=o&v=555)
Saat itu pelajaran biologi. saya masih teringat akan metode Pipin untuk mengenalkan organ-organ tubuh manusia dengan cara membuat gambar-gambar organ yang telah dipotong-potong dan murid diminta untuk menyatukannya. Â Terlihat di antara mereka masih banyak yang kebingungan, namun Pipin dengan muka ramahnya berusaha menitih dan membantu mereka mengingat pelajaran yang telah diajarkannya kemarin. Kembali saya melihat ketulusan dari hati seorang guru.
Di tempat terpencil seperti ini, mereka berusaha untuk menerangkan mimpi yang dibawa oleh masing-masing anak. Menjadi pelita bagi tawa kecil dan semangat mereka. Pipin merupakan satu orang yang mengambil bagian penting  bagi kemajuan Indonesia. Keyakinan ini muncul seiring dengan mimpi yang semakin tidak berbatas.
![dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/03/01/10-58b5b0f54c7a616d0a01d424.jpg?t=o&v=555)
![dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/03/01/8-58b5b101f87e61800b6810a2.jpg?t=o&v=555)
![dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/03/01/6-58b5b1126ea834c0038b456c.jpg?t=o&v=555)