Mohon tunggu...
Gian Darma
Gian Darma Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

seorang yang suka seni dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kita dan Para Pemuja Tekstual

9 Oktober 2024   23:34 Diperbarui: 10 Oktober 2024   03:59 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski dalam lima tahun terakhir, tidak ada peristiwa yang berkatagori terorisme di Indonesia, namun dalam lima tahun itu, Densus 88 telah menangkap beberapa orang yang disinyalir berniat melakukan tindakan terorisme.

Kita bisa sebut disini adalah seorang pelajar yang masih berusia 19 tahun yang mengumpulkan aneka bahan peledak (mentah) yang jika dirakit bisa menghancurkan bangunan. Setelah penangkapan dan aparat mendalaminya, terungkap jika sang pelajar berniat meledakkan dua rumah ibadah (gereja ) di Malang.

Menurut sumber kepolisian, sepanjang tahun 2023, aparat dalam hal ini Densus 88 telah menangkap sekitar 142 terduga teroris dengan berbagai kasus. Kini mereka masih melakukan tahapan pemeriksaan dan penyelidikan dan penyidikan. 

Menurut aparat, setelah dilakukan pendalaman, diketahui para terduga teroris itu terafiliasi (terkait) dengan berbagai jaringan radikal seperti JAD, JI, atau JAS.

Umumnya, orang yang berfikir dan bertindak yang menjurus ke radikal dan terorisme dibarengi dengan proses pendangkalan pemahaman agama. Misal dalam sejarah Islam kan ada sebuah doktrin atau pemahaman keagamaan yang skripturalis dan literalis. Paham ini umumnya mengabaikan substansi dan konteks yang menyertai sebuah ayat itu lahir. 

Dengan keadaan seperti itu, sang umat yang menafsir agama dengan cara itu umumnya akan terpaku pada teks dogma dan simbolisme agama. Pemahaman seperti ini akan berpotensi besar melahirkan radikalisme dan terorisme. Dengan kondisi seperti ini , ideologi kekerasan bisa menjadi faktor utama seseorang untuk melakukan aksi trorisme.

Dalam pandangan al-Jabiri, pemikir Islam kontemporer dari Maroko, pandangan semacam ini tergolong ke dalam nalar bayani, sebuah pemahaman yang sangat tekstual, yakni ketika teks menjadi rujukan paling ideal. 

Menurutnya, konsekuensi dari pemahaman yang bercorak tekstual seperti ini akan membawa para pengikutnya menjadi individu yang eksklusif dan mudah mengkafirkan yang lain (takfiri), sehingga tidak mempunyai kemampuan untuk menerima yang lain (the other), dan segala hal yang baru (al-far). Pendangkalan agama semacan inilah yang menjadi akar dari terorisme. 

Kita tidak menngingkari memang ada beberapa ayat di al quran yang berbicara tentang perang terhadap para kafir., Padahal saat itu konteksnya adalah bangsa modern belum ada dan Nabi Muhammad dan para sahabat  berada dalam situasi perang terhadap para kafir, orang yang belum memeluk Islam sebagai respon politik yang dilakukan oleh nabi Muhammad SAW.

Inilah tantangan kita. Bagaimana kita bisa memahami ayat secara non-tekstual ini dan memberi pengajaran kepada para pemuja tekstual untuk tidak melakukan legitimasi untuk melakukan intoleransi bahkan terorisme. Dengan begitu kita bisa membangun bangsa melalui pengajaran itu (dakwah)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun