Mohon tunggu...
Gian Darma
Gian Darma Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

seorang yang suka seni dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Demokrasi Menuntut Kedewasaan Kita

13 Oktober 2020   15:37 Diperbarui: 13 Oktober 2020   15:41 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari kita berjalan-jalan mengenal negara lain soal demokrasi. Beberapa negara yang ada lebih tua dibanding Indonesia, telah mengenal demokrasi sejak lama, terutama negara-negara di kawasan Eropa. Kita mengambil contoh Belanda.

Awalnya Belanda yang berbentuk kerajaan yang masuk dalam kekaisaran Perancis pada masa Napoleon Bonaparte. Namun kemudian melepaskannya setelah Napoleon kalah. 

Belanda pada sekitar tahun 1815 merupakan wilayah sentral yang bersatu dengan Belgia dan Luxemburg. Lalu keduanya melepaskan diri. Pada masa itu, Belanda merupakan salah satu negara yang mengalami zaman revolusi industri pesat bersama beberapa negara termasuk Inggris.

Belanda dan bentuk kerajaannya yang 'sudah tua itu' punya azaz demokrasi parlementer dengan seorang perdana menteri yang menjalankan pemerintahan sehari-hari. 

Negara ini secara administrasi sangat rapi dengan hukum yang sudah sangat mapan, sehingga untuk masalah demokrasipun sudah sangat tertata. Beberapa konstitusi secara periodik direvisi sehingga sesuai dengan perkembangan negara itu sendiri dan situasi global (dunia).

Konstitusi juga mengatur soal protes (demonstrasi) dan hak berbicara (freedom of speech) dari warga negara. Hak-hak itu diberikan kepada warga negara mereka dengan kebebasan namun dengan beberapa ketentuan.

Ketentuan itu semisal begini: anda boleh menyuarakan aspirasi, namun harus tetap menghargai yang berbeda (dalam hal ini ras, semisal kulit putih kepada kulit hitam) Jika itu dilanggar, maka anda akan dituntut.

Hal lain adalah ketika aspirasi itu mengganggu kestabilan negara. Kita ambil contoh di negara kita adalah ujaran kebencian yang melahirkan perpecahan. Mungkin kita ingat saat Pilkada Jakarta yang seakan 'membelah' warga Jakarta. Atau kita ambil contoh demonastrasi yang bisa menimbulkan instabilitas negara.  

Ini bisa kita contohkan demontrasi saat disahkannya UU KPK dan UU Omnibuslaw yang menimbulkan kekacauan di berbagai daerah. Yang paling menyedihkan adalah kerusakan pada fasilitas umum.

Dua contoh di atas tidak dapat ditolelir di negara dengan tingkat demokrasi stabil seperti di Belanda. Kelompok atau tokoh yang dominan menggerakkan aksi itu akan segera dituntut. Sehingga jelas di sini bahwa bagaimanapun juga demokrasi menuntut kedewasaan sikap dari warganya.

Mungkin banyak yang berpendapat bahwa 'itu kan di Belanda, di Indonesia tidak bisa begitu (langsung dituntut)'. Kata siapa tidak bisa ?

Dinamika hukum dan politik dalam iklim demokrasi  di banyak negara membolehkan aspirasi. Aspirasi rakyat adalah salahsatu mekanisme control pemerintahan untuk memastikan pemerintah tanggal dan peduli dengan kepentingan rakyat sesuai dengan konstitusi. 

Hanya saja demokrasi punya hal-hal yang bersifat universal seperti kebebasan berbicara, berpendapat dan berekpresi. Namun beberapa ketentuan menyertainya seperti tidak bertindak anakis sehingga mengganggu kestabilan negara.

Karena itu mari kita sadari bersama bahwa bagaimanapun juga demokrasi menuntut kedewasaan kita juga untuk tidak berbuat diluar ketentuan demokrasi itu sendiri. 

Bahwa demokrasi harus kita rawat dan olah dengan baik sehingga mendatangkan hal-hal yang baik, bagi kita sebagai warga masyarakat dan negara kita. Karena itu perlu rasanya bersinergi untuk tidak mudah terprovokasi yang akhirnya membuat tindakan anarkis dan destruktif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun