Mohon tunggu...
Gian Darma
Gian Darma Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

seorang yang suka seni dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemuda dan Setahun Bom Surabaya

24 April 2019   02:18 Diperbarui: 24 April 2019   03:04 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih lekat dibenak kita, rentetan peristiwa kelam di Surabaya yang terjadi setahun silam. Yaitu ketika tiga bom meledak di gereja berbeda, yaitu gereja Maria Tak bercela di Ngagel, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro Surabaya dan GPPS jemaat Sawahan Surabaya. Malamnya bom meledak di rusun Wonocolo Surabaya dan terkahir di Polresta Surabaya jl Sikatan.

Rangkaian peristiwa yang berlangsung dalam dua hari itu menewaskan 28 orang termasuk pelaku dan 57 orang luka-luka. Yang membuat banyak orang prihatin adalah pengboman itu melibatkan keluarga pelaku, termasuk istri, dan anak-anak mereka.  Mereka melakukan hal ini karena keyakinan yang salah, yaitu jihad demi agama.

Dalam beberapa tayangan terungkap rasa sedih mendalam dari sang walikota Surabaya yaitu Tris Risma Harini. Dimana tindakan radikal yang dilakukan oleh para pelaku bertentangan dengan agama dan upaya yang dilakukan pemerintah. Pemerintah, melalui pemda Surabaya selama ini mengupayakan hal terbaik bagi anak-anak di Surabaya seperti pendidikan , kenyamanan, dll. 

Sang walikota selalu mencari  anak untuk hidup lebih baik dan tidak sebaliknya yaitu menghilangkan kesempatan hidup alias membawa bom bunuh diri seperti yang dilakukan keluarga itu.

Sebagai warga negara kita tentu prihatin karena selama ini Surabaya dikenal sebagai kota dengan penduduk majemuk, terbuka dan tidak agresif. Mereka ringan tangan dan selalu ramah terhadap pendatang. 

Rangkaian bom yang meledak setahun yang lalu membuat banyak pihak terperangah; kaget tak menyangka akan terjadi itu pada ibu kota Jawa Timur yang tak henti berbenah itu. Kita tahu bahwa kota Surabaya adalah kota yang nyaman dan dibangun oleh  seorang walikota wanita berprestasi.

Lalu terkuaklah kabar bahwa di beberapa sekolah dan universitas di Surabaya, telah lama terindikasi  pengaruh radikalisme pada ekstrakulikulernya. Beberapa ekskul disinyalir mengajarkan dogma-dogma kekerasan. Ini diketahui belakangan karena beberapa pihak akhirnya terbuka pada soal ini.

Kedua, soal pengajaran agama oleh keluarga. Banyak kepala keluarga yang megarahkan keluarganya soal agama kea rah yang salah yaitu radikal. Ada beberapa  ajaran menyimpang yang tidak sesuai dengan konteks Indonesia. 

Dalam hal ini semisal ajaran jihad yang diselipkan diantara waktu mengaji dan lain-lain. Ini nyata pada tigak keluarga yang terlibat bom Surabaya. Kepala keluarganya mengarahkan ke hal yang salah.

Sebagai pemuda dan millenials harapan bangsa mungkin kita mulai peka terhadap sekitar, soal ajaran-ajaran radikal yang dibawa oleh teman, atau pihak-pihak lain. Radikalisme saat ini amat cair untuk masuk ke segenap lapisan masyarakat. Karena itu kita harus selalu membentengi diri soal radikalisme ini dari diri sendiri maupun keluarga.

Karena itu, ajakan banyak pihak untuk menjauhi radikalisme dan terorisme harus kita lihat sebagai hal positif dan serius. Kita harus melawa dan menjauhi pengaruh radikalisasi ini sehingga kita bisa hidup dengan nyaman sebagai warga negara Indonesia yang majemuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun