Mohon tunggu...
Gian Darma
Gian Darma Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

seorang yang suka seni dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ini Cara Ampuh Tangkal Radikalisme Sejak Dini

6 September 2018   05:00 Diperbarui: 6 September 2018   05:11 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ditengah gempuran globalisasi dan ajaran dari luar disertai dengan teknologi sebagai pendukung, pendidikan di Indonesia perlu jadi perhatian khusus. Pada masa sekang ada kecenderungan remaja dan dewasa awal secara sengaja atau tidak sengaja terpengaruh radialisme.

Ini tak lepas dari pola pendidikan formal yang terbuka dan global. Karena sangat terbuka ,  ditambah kondisi-kondisi tertentu sekolah makin minim memberikan pendidikan kebangsaan kepada para siswa seperti yang terjadi pada dekade-dekade sebelumnya.

Pergantian zaman (baca : pergantian rezim ) juga memberi andil bagi kondisi itu. Kita ingat jaman orde baru dimana banyak tekanan dari penguasa atas banyak hal, termasuk ideology.

Ada Penataran Pedoman Penghayatan Pancasila (P4) yang dilakukan selama 100 jam ketika seorang pemuda masuk kuliah. Ada tekanan bahwa penghayat kepercayaan (misalnya Sunda Wiwitan, dll) tidak bisa melakukan ritualnya dan harus memilih agama yang dizinkan pemerintah.  Idealisme politik dan media ditekan sedemikian rupa sehingga tidak bisa berkemang dengan baik.

Sejak reformasi ini berubah total. P4 tidak lagi menjadi menu wajib bagi mahasiswa baru. Lalu Gus Dur sempat mewarnai bangsa ini dengan semangat pluralnya. Salah satunya dengan diakuinya salah satu kepercayaan Tionghoa di Indonesia yaitu Kong Hu Cu. Kebebasan berpendapat kian dihargai di era ini sehingga partai politik dan media juga banyak.

Reformasi juga membawa angin perubahan bagi birokrasi (pemerintahan) Otonomi daerah menjadi kran pembuka bagi banyak aturan daerah dan bermasyarakat. Banyak hal dipermudah. Sekolah, kelompok-kelompok masyarakat/ organisasi , tata kelola pemerintahan dan lain sebagainya. Di tambah dengan kemajuan teknologi dan globalisasi menambah kemudahan atas banyak hal.

Tapi rupanya reformasi itu membawa beberapa dampak negatif yang sebelumnya tak terpikirkan. Kemudahan mendirikan sekolah dan pengawasan yang tidak terlalu ketat membawa konsekwesi tersendiri. Wawasan kebangsaan pada anak didik tidak mendapat proritas karena system membuat sekolah bebas melakukan pengajaran tambahan sesuai dengan faham yang diyakini oleh pemilik sekolah.

Karena itu kita melihat banyak murid yang tidak paham wawasan kebangsaan dengan baik. Di beberapa sekolah, upacara bendera tidak lagi dilakukan oleh murid sekolah dasar dan lanjutan.

Padahal dengan menghormati bendera, mengheningkan cipta dan menyanyikan lagu Indonesia Raya para murid itu bisa belajar soal menghargai sejarah bangsanya. Wawasan kebangsaan juga mengajarkan pemahaman soal pluralisme, misalnya teman-teman mereka yang berbeda agama dan suku.

Dengan pendidikan kebangsaan sejak usia dini seperti itu, para murid diharapkan menghargai sejarah bangsanya selain agama mereka. Selain itu mereka juga diajarkan soal sopan santun, cinta tanah air dan mengenal keberagaman di Indonesia

Jika seorang murid bisa menghargai sejarah dan sifat-sifat kebangsaan bangsa sejak masih belia, maka para siswa akan memiliki sifat skeptis (meragukan) saat faham radikal menyerbu melalui internet dll.  Mereka akan bertanya pada ibu, ayah bahkan guru di sekolah  atau lingkungan yang lebih luas lainnya soal radikalisme itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun