Mohon tunggu...
Tuhu Nugraha Dewanto
Tuhu Nugraha Dewanto Mohon Tunggu... Konsultan - Principal of Indonesia Applied Digital Economy & Regulatory Network (IADERN)

I am a digital and metaverse business consultant with a broad experience in various fields including consulting, training, lecturing, and digital campaign execution. My expertise lies in social media, digital transformation, integrated digital strategy, cybersecurity, and new technology such AI, blockchain, and metaverse. I have collaborated with over 100 clients across diverse industries and have been involved as a mentor in multiple startup incubation programs. In addition to my consultancy work, I am also an experienced trainer and guest lecturer, with over 2000 hours dedicated to teaching digital transformation, digital marketing, and social media. I have worked with large companies and institutions across Indonesia, and my opinions on digital marketing and social media have been featured in prestigious Indonesian media. Moreover, I have expanded my expertise to the international stage, speaking about new technologies like AI and blockchain in various countries including Dubai, Istanbul, and Singapore.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Twitter Buzzer & Social Media Strategy

7 Februari 2012   15:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:57 3469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika berbicara mengenai kampanye brand dan digital marketing strategy saat ini, dalam perencanaan digital media placement, Twitter Buzzer seperti keharusan. Jadi jangan heran, kalau saat ini tarif para buzzer juga melambung tinggi, hitungannya sekarang per tweet.   Semboyannya "apapun kampanyenya, mediumnya teteuppp  Buzzer'.

Padahal dengan semakin melambungnya harga buzzer, ditambah dengan konsumen yang sudah lebih pintar membedakan mana tweet iklan, dan yang datang dari hati. Relevansi dan efektivitas Twitter Buzzer menurut saya makin lama makin menurun.

Ini bukan berarti saya menentang penggunaan Twitter Buzzer, tapi pengelola brand dan agency harus lebih cermat untuk melihat, efektifkah kampanye tersebut menggunakan Twitter Buzzer? Atau alokasi budgetnya bisa digunakan untuk medium lain yang mungkin lebih efektif mencapai tujuan dan menggapai audiens yang kita harapkan.

Lalu yang relevan saat seperti apa? Ada beberapa syarat penting yang menurut saya akan membuat Twitter Buzzer menjadi relevan dan efektif

Topik Untuk Dibicarakan

Syarat pertama agar penggunaan Twitter Buzzer punya nilai tambah bagi sebuah kampanye adalah, ada topik yang menarik, yang bisa jadi bahan pergunjingan di Twitter. Kalau kampanye brandnya sendiri sesuatu yang biasa-biasa saja, maka akan percuma saja. Karena orang tidak akan perduli dengan hal tersebut, dan gak akan menjadi Word of Mouth (WOM). Kalau tidak akan menjadi WOM, mungkin bisa menggunakan cara lain untuk berkomunikasi di digital, misalnya banner, iklan di mesin pencari, review produk dll.

Topik yang menarik adalah yang punya nilai berita, misalnya sesuatu yang pertama kali, terbesar, unik, cerita tentang David Vs Goliath, hal-hal yang sentimentil. Cerita-cerita seperti ini yang seksi, dan akan membuat fungsi Twitter Buzzer akan berjalan maksimal. Ceritanya akan di Retweet, orang-orang akan menggunjingkan topik tersebut. Dan berakhir dengan jurnalis yang penasaran akan mengangkatnya menjadi topik berita.

Audiens

Hal kedua yang perlu dipahami adalah riset dahulu benarkah target kita berkerumun di Twitter? Twitter mungkin sedang tren, tapi ingat jumlahnya hanya berapa persen dibandingkan dengan jumlah pengguna Facebook di Indonesia. Jangan sampai terperangkap dengan silaunya pesona Twitter saat ini. Twitter bukanlah medium massal, penggunanya sebagian besar kaum urban di kota-kota besar.

Buzzer yang Relevan & Lingkaran Pengaruh

Syarat ketiga  adalah hati-hati dalam memilih buzzer. Tidak ada buzzer yang cocok untuk segala macam produk. Buzzer juga seharusnya dipilih bukan hanya berdasarkan jumlah follower, tapi juga tingkat interaksinya, dan pengaruh mereka ketika beropini di bidang tersebut didengar atau tidak. Untuk melihat pengaruh seorang buzzer secara umum, kuat atau tidak , salah satunya bisa diintip dari skor Klout . Blog saling-silang dan Media Ide, membahas dengan lebih komprehensif soal ini.

Buzzer harus dilihat juga relevansinya dengan brand yang akan dipromosikan, dan audiens followernya memang sesuai. Misalnya Raditya Dika yang selengekan, lucu dan followernya notabene ABG mendadak menjadi buzzer mobil BMW misalnya. Jelas sekali orang akan tahu, "arghhhh ini pasti iklan", dan juga audiensnya Radit gak akan ngena ama BMW.

Hal lain yang kadang terlupakan, menggunakan banyak buzzer, tetapi ternyata eh ternyata yang dipakai satu lingkaran itu-itu lagi. Dalam artian follower dari para buzzer tersebut relatif hampir sama. Misalnya buzzer A follower-nya 10.000, buzzer B 20.000. Apabila dalam komunitas yang sama, maka jangkauan kampanyenya tidak bisa dibilang 30.000 audiens, bisa jadi cuman 15.000 atau 20.000, karena banyak yang beririsan.

Tujuan Bisnis

Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah tujuan bisnisnya apa sehingga bisa ditinjau kembali relevan gak dengan memanfaatkan Twitter Buzzer? Secara umum Twitter Buzzer hanya akan menggerakkan hingga level awareness terhadap sebuah produk. Membuat orang akhirnya tahu, dan kemudian tertarik untuk mencari lebih tahu lebih banyak tentang produk tersebut.

Walaupun untuk beberapa kasus tertentu dari Twitter bisa digerakkan untuk melakukan pembelian, misalnya ketika menjual produk yang sudah dikenal publik, dan ada harga khusus selama periode terbatas. Misalnya sale untuk produk fashion, harga khusus untuk pembelian Ipad dll.

Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka Twitter Buzzer punya kontribusi yang signifikan pada sebuah brand. Apabila tidak memenuhi syarat tersebut, sepertinya investasi yang telah dikeluarkan akan menjadi sia-sia. Apalagi di era sekarang ketika buzzer harganya melambung, dan iklan begitu banyak berseliweran di Twitter.

Bagaimana menurut Anda, apakah setuju? Atau ada hal lain yang ingin ditambahkan? Mari kita berdiskusi

Tuhu Nugraha Dewanto

Social Media Head, NB Agency Asia

Follow on Twitter: @tuhunugraha

LinkedIn: http://www.linkedin.com/in/tuhunugraha

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun