Sebuah peristiwa langka terjadi di kanal media sosial Presiden Joko Widodo, yaitu di Facebook, Instagram, dan Twitter. Selama ini, biasanya yang berpendapat di kolom komentar unggahan adalah mayoritas netizen +62 (Indonesia), namun kali ini lain, yakni netizen +60 (Malaysia).
Aksi "penguasaan lapak" berlangsung sejak kemarin, Jumat (5/2/2021), dan entah kapan akan selesai. Pastinya, sampai sekarang masih terjadi. Lokasi kejadian berada di sejumlah unggahan berbeda di masing-masing akun media sosial Presiden Jokowi.
Adapun unggahan yang dimaksud adalah momen pertemuan antara Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (5/2/2021).
Untuk diketahui, Muhyiddin ke Indonesia dalam rangka memenuhi undangan Presiden Jokowi, dan sekaligus merupakan kunjungan perdana kenegaraan sejak dilantik sebagai Perdana Menteri Malaysia pada Maret 2020.
Kedua pemimpin negara bertemu untuk membahas isu kawasan dan kesepakatan kerjasama bilateral. Di antaranya kisruh politik yang melanda Myanmar, perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI), komitmen bersama melawan diskriminasi sawit oleh Uni Eropa, dan seterusnya.
Keberadaan Muhyiddin di Indonesia tidak lama, hanya satu hari. Namun demikian, hasil dan tindaklanjut dari kesepakatan yang paling penting, mengingat Indonesia dan Malaysia memiliki urusan yang saling terkait satu sama lain.
Sila buka akun media sosial Presiden Jokowi, di mana terdapat beberapa foto serta keterangan yang diunggah, di sana terlihat yang paling banyak memberi komentar yaitu netizen berbahasa Melayu.
Apakah betul netizen yang rata-rata berbahasa Melayu itu sunggguh orang Malaysia? Penulis kurang tahu. Namun demikian, tampak jelas bahwa selain penggunaan bahasa, hal-hal yang disampaikan seluruhnya terkait urusan warga Malaysia.
Membaca komentar mereka, kesimpulan poin-poinnya adalah ungkapan pro dan kontra terhadap kepemimpinan Muhyiddin. Jadi artinya, netizen tadi berasal dari dua kelompok, pendukung dan penentang Muhyiddin.
Secara khusus oleh kelompok penentang, mereka protes Muhyiddin ke Indonesia di masa pandemi Covid-19. Di samping itu, Muhyiddin dianggap tidak pantas melakukan kunjungan kenegaraan, karena jadi Perdana Menteri tidak lewat "Pilihan Raya" atau Pemilihan Umum.