Beredar kabar bahwa Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional telah mengeluarkan kebijakan terbaru terkait sertifikasi atau pencatatan tanah yang diberlakukan mulai tahun ini.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR/ BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik, yang telah ditandatangani pada 12 Januari 2021.
Dalam peraturan disebutkan, sertifikasi tanah akan dilakukan secara elektronik, sehingga sertipikat yang akan diterima masyarakat tidak lagi berwujud kertas (analog), melainkan digital.
Karena bentuknya digital, maka pada tandatangan elektronik pemilik tanah akan dibubuhi kode unik. Pelaksanaan sertifikasi dipastikan tidak mungkin serentak di seluruh wilayah, mengingat keterbatasan sarana dan teknologi.
Diberitakan pula, bahwa dengan adanya kebijakan terbaru, maka seluruh sertipikat analog tanah akan ditarik, untuk dialihkan menjadi digital.
Benarkah sertipikat analog yang kini dimiliki masyarakat akan ditarik? Kementerian ATR/ BPN akan mulai kapan penarikannya? Bukankah disebutkan jika sertifikasi elektronik dilakukan perlahan dan terbatas?
Masyarakat tidak perlu resah, seolah-olah sertipikat analog tidak berlaku lagi. Jangan sampai berbondong-bondong mendatangi kantor pertanahan untuk mengganti sertipikat tanah.
Bagaimana mungkin Kementerian ATR/ BPN mau bertindak konyol, yaitu menghabiskan anggaran, waktu, dan tenaga cuma untuk mencatat ulang tanah masyarakat yang sudah bersertifikasi?
Perlu diketahui, sampai sekarang, baru sebanyak 82 juta bidang tanah di Indonesia yang sudah tersertifikasi, dari total 126 juta bidang. Artinya, masih tersisa 44 juta bidang untuk dikejar selama 4 tahun ini.
Sehingga, demi memenuhi target Presiden Jokowi, proses sertifikasi harus dilakukan dengan cepat. Maka hadirlah sertipikat digital. Jadi, sertifikasi elektronik diprioritaskan untuk tanah yang belum terdaftar sama sekali, serta tanah bersertifikat yang mengalami peralihan hak.
Kemudian, tidak ada juga yang namanya penarikan sertipikat analog dari masyarakat. Penggantian ke sertipikat digital dilakukan secara sukarela ke kantor pertanahan. Dan selama belum dialihkan ke digital, maka sertipikat analog tetap bisa digunakan seperti biasa.
"Perlu dijelaskan juga, sesuai dengan pasal 16 peraturan tersebut, bahwa tidak ada penarikan sertipikat analog oleh kepala kantor. Jadi saat masyarakat ingin mengganti sertipikat analog ke elektronik atau terjadi peralihan hak atau pemeliharaan data, maka sertipikat analognya ditarik oleh kepala kantor, digantikan dengan sertipikat elekronik," kata Dwi Purnama, Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah.
Di samping demi percepatan sertifikasi tanah, penerbitan sertipikat digital bermanfaat untuk meningkatkan keamanan (dokumen), menghindari pemalsuan, mengurangi jumlah sengketa, menjamin perlindungan dan kepastian hukum, mendukung budaya paperless, menaikkan registering property dalam rangka perbaikan peringkat Ease of Doing Business (EoDB), dan sebagainya.
Jadi kalau betul sertipikat analog mau ditarik, buat apa lagi Presiden Jokowi membagikannya secara simbolik dan virtual kepada masyarakat sebanyak 584.407 sertipikat pada Selasa bulan lalu (5/1/2021)? Bukankah sertipikat digital sudah dirancang tahun sebelumnya?
Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu khawatir soal sertipikat analog. Kalau hendak mengganti ke digital, tidak perlu dilakukan terburu-buru. Semoga tulisan ini mencerahkan.
***
Referensi: Kementerian ATR/ BPN, KOMPAS.com (1 & 2), dan Sekretariat Kabinet
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H